Bab 1238
Bab 1238
Bab 1238 Saya Pikir Dulu
Terpana akan kecantikan Qiara, Nando merasa satu ciuman tidaklah cukup. Lalu dia mengulurkan tangan untuk memeluk dan menciumnya kembali, tetapi kali ini, Qiara segera merespon dengan melangkah mundur dan. mendorongnya menjauh.
“Tidak, hentikan… Kamu tidak bisa berbuat semaumu pada saya. Jika mencium saya lagi, kamu harus menjadi pacar saya.” Qiara sangat bijak mengenai kehidupan percintaannya, Oleh karena itu, dia hampir tidak pernah bergandengan tangan dengan Lathan saat ‘berpacaran‘ dulu.
Nando kesal karena merasa Qiara sedang meremehkannya. “Apakah menurutmu saya tidak mau mengencanimu?”
“Kamu mau mengencani saya?” mata Qiara berbinar–binar karena senang.
Nando menyipitkan matanya lalu menjawab dengan tegas, “Tentu saja mau.”
Kali ini, giliran Qiara yang terkejut. Dia selalu relatif berkepala dingin dalam urusan hubungan, jadi sambil menggigit bibir dia berkata, “Tunggu… Beri saya waktu untuk berpikir, oke?”
Dia tidak tahu banyak tentang keluarga Nando selain kenyataan bahwa mereka adalah keluarga yang sangat kaya raya. Dia dan Nando tidak berada dalam status sosial yang sama, dan Nando jauh dari jangkauannya.
Nando tercengang mendengar pertanyaannya. Apa lagi yang harus dipikirkan? Apakah dirinya belum cukup baik di matanya?
“Saya beri waktu kamu tiga hari untuk berpikir. Lalu, apabila sudah waktunya, kita akan berkencan.”
“Bagaimana kalau saya perlu lebih banyak waktu?” Qiara berkedip–kedip dan bertanya, mencari jalan lega untuk
dirinya.
Saat berjalan menuju mobilnya, Nando berseru, “Apapun yang terjadi, kamu tidak bisa kabur dari saya.”
Qiara merasa dirinya seperti kelinci yang menjadi target buruan seekor serigala besar yang jahat, Nando.
Saat mencoba mencerna apa yang sedang terjadi, akhirnya Qiara kembali ke kesadarannya, dan bibirnya membentuk senyuman. Tantangan diterima! Mata jernihnya bersinar–sinar penuh harap akan perjalanan baru yang menantinya di depan.
Apabila berhasil, maka dia akan menjadi Nyonya Sofyan. Apabila gagal, dia akan kembali menjadi Nona Shailendra. Tampaknya dia tidak akan menderita kerugian apa pun.
Dalam perjalanan pulang, ponsel Qiara berdering. Dia mengernyit saat melihat ID penelepon. “Lathan? Kenapa dia menelepon saya?”
“Jangan menjawab,” perintah Nando dengan nada tegas.
Qiara tidak mengangkat panggilan itu, tetapi Lathan terus menelepon untuk kedua kalinya. Dia bertanya–tanya bila saja
terjadi sesuatu pada Bianca, maka Qiara menjawab, “Halo! Ada apa?”
“Qiara! Akhirnya kamu mengangkat telepon saya. Saya baik–baik saja. Hanya ingin sekali berbicara denganmu…”
“Tidak ada yang ingin saya bicarakan denganmu.”
“Jangan! Tolong jangan tutup teleponnya… Hari ini saya sangat terharu! Apakah kamu tahu betapa berartinya dirimu. untuk saya? Saya baru menyadari hari ini bahwa kamu sepuluh ribu kali jauh lebih baik daripada Bianca… Saya berlaku begitu bodoh sudah memutuskan hubungan denganmu. Seharusnya kamu sudah menjadi istri saya jika saja saya tidak terpikat oleh Bianca,” Lathan mengakui perasaannya dengan segenap jiwa.
“Sudah cukup. Hentikan.” Qiara muak dengan sikapnya yang tidak tahu malu ini.
Tepat ketika itu, mobil berhenti di lampu merah. Nando merebut ponsel dari tangan Qiara dan memperingati Lathan, “Saya menyukai Qiara. Berhenti mengejarnya.” Setelah itu, dia memutus telepon dan mengembalikannya pada Qiara.
Saat menerima ponselnya, wajah Qiara merona merah, dan jantungnya berdegup kencang.
Rasanya seperti ada orang yang telah menjamin kebahagiaannya seumur hidup, dan pelakunya adalah laki–laki muda yang tampan dan kaya raya.
Apakah artinya lemari camilan di rumahnya itu menjadi miliknya?
Setibanya mereka di gerbang rumah Qiara, Nando menghentikan mobilnya di bawah pohon. Qiara melihat ke arah menuju rumahnya dan kemudian pada Nando di sebelahnya. Dia berkata dengan enggan, “Terima kasih atas tumpangannya. Saya masuk ke rumah ya.”
“Silakan!” Nando memiringkan kepala dan menatapnya sambil berkata lembut.
Qiara membuka pintu dan turun dari mobil. Baru setelah menyaksikan mobil itu berlalu dia masuk ke dalam rumah.Original content from NôvelDrama.Org.
Saat melangkah masuk ke dalam rumah, orang tuanya sedang dalam perbincangan serius, dan mendengar suara Maggy yang memelas. “Ini semua salah saya. Saya yang tidak becus mendidik Bianca, sehingga Keluarga Perwira menganggapnya sebagai si pembangkang.”
“Sudah, jangan salahkan dirimu. Kita akan berbicara dengan Bianca setibanya dia di rumah. Tetapi, karena Lathan tidak. mau bertanggung–jawab atas apa yang telah dia lakukan, kita tidak akan mengizinkan Bianca menikah dengan laki–laki pengecut seperti itu. Dia akan menderita jika menikah dengannya,” ucap Biantara geram.
Mereka lebih marah ke Keluarga Perwira dibandingkan pada Bianca.
“Ibu, Ayah, saya pulang.” Qiara masuk dengan menenteng tas. Begitu menangkap mata merah Maggy, dia langsung menghampiri dan menenangkannya. “Jangan sedih, Bu. Ini semua salah saya.”