Bab 1237
Bab 1237
Bab 1237 Tertawa Terbahak–bahak
Nando kemudian menyarankan sebelum Qiara bicara, “Ayo kita ke restoran yang lain untuk makan malam. Saya belum kenyang.”
Qiara juga masih merasa lapar, maka dia tersenyum sumringah dan berkata setuju dengan senang hati, “Baiklah! Saya yang bayar!”
Setelah itu, mereka menuju restoran yang tidak jauh dari sana. Keluarga Lathan terkejut setengah mati saat mendapat telepon darinya. Mereka langsung keluar restoran dan pergi ke klinik untuk menjemputnya dengan tergesa–gesa. Sementara itu, Biantara dan Maggy murung karena persahabatan dengan Keluarga Perwira pupus setelah kejadian tadi. Saat keluarga Perwira sudah pergi, keduanya menelepon Bianca dan Qiara, saat perjalanan ke rumah.
Di telepon, mereka mengetahui kalau Qiara sedang makan malam dan Bianca sedang jalan–jalan di luar. Meskipun lega karena putri mereka baik–baik saja, mereka masih terganggu dengan masalah Keluarga Perwira. Oleh karena itu, mereka meminta kedua putrinya untuk pulang secepat mungkin.
Qiara makan sambil menyanjung–nyanjung Nando di dalam restoran yang dipilihnya.
“Kamu benar–benar jago berakting! Sayang sekali kamu tidak tertarik dunia teater!” Qiara menyanjungnya dengan tulus.
“Kamu menyuruh saya untuk menghayati peran, ingat?” Nando mengerucutkan bibir membentuk senyum jahil.
Qiara tersedak kemudian batuk–batuk. Seperti kenyataannya, malam ini dia hanya berakting. Akan tetapi, entah mengapa, dia merasa sedikit kecewa.
“Iya, kamu hebat. Berkat dirimu, saya telah menyelamatkan harga diri saya.” Qiara memberikan dua ibu jarinya ke arahnya. “Terima kasih. Saat kamu membutuhkan saya, katakan saja, saya pasti akan membantu sebisa mungkin.”
“Oh? Kamu bisa membantu saya apa saja?” Nando menyipitkan matanya saat mengonfirmasi ulang.
“Iya, apa pun! Katakan saja. Saya akan membantumu. Saya janji.” Qiara merasa sedikit haus setelah bicara, lalu mengangkat gelas berisi air dan meminumnya.
“Malam ini saya merasa sedikit kesepian. Bagaimana kalau kamu menemani saya?” Nando menyeringai, sambil
menggoda Qiara.
Qiara sangat terkejut hingga menyemburkan air ke wajah Nando dan makanan di meja.
Nando yang malang itu tercengang saat menatapnya dengan tatapan kaget seakan otaknya berhenti bekerja. Tak masalah baginya terkena percikan air yang menyembur pada wajahnya yang tampan, hanya saja terheran hal itu benar- benar terjadi padanya.
Qiara terkejut karena godaan darinya, jadi masih berasa gamang. Namun, ketika akhirnya kembali sepenuhnya sadar, dia langsung mengambil kain serbet dan menyerahkannya pada Nando, yang menatapnya dengan tatapan rumit.
“Astaga! Maafkan saya! Ini, seka wajahmu. Saya tidak sengaja. Saya benar–benar mohon maaf!” Content is property of NôvelDrama.Org.
Nando menutup mata, dan bibir tipisnya sedikit berkedut saat akal sehatnya akhirnya kembali sejalan dengan alam nyata. Dia menerima kain serbet yang disodorkan oleh Qiara dan menyeka wajah tampannya sambil menatap tajam ke arahnya.
“Uh… Saya rasa makanan ini tak kan bisa kita santap. Mari kita pesan yang lain!” Qiara memerah karena malu. Tindakannya, meski tidak sengaja, telah merusak semua makanan di atas meja.
Itulah sebabnya lebih baik membiarkan hal yang tidak terprediksi atau mengejutkan pada diri sendiri saat makan, atau konsekuensinya bisa menjadi bencana begini!
“Saya sudah kenyang.” Nando meletakkan kain serbet dan berkata kepadanya, “Ayo kita pergi!”
Untungnya, perut Qiara sudah kenyang, dan bisa merasakan bahwa Nando kesal, maka dia tidak protes, langsung mengangguk dan mengikutinya dari belakang.
Sayangnya, ketika memasuki lift, Qiara tak bisa menghalau dan terus mengingat kejadian tadi dan merasa seluruhnya sangat lucu. Akan tetapi, karena dia adalah biang keladinya dan korban kejadian ada di sebelahnya, Qiara berusaha keras untuk tidak tertawa saat kejadian itu datang berulang–ulang di benaknya. Pundaknya yang gemetar dan bagaimana dia menghindar melihat laki–laki itu telah mengkhianati pikirannya sendiri.
Nando melihat ke arahnya, “Tertawa sajalah.”
“Haha!” Begitu mendengar ‘persetujuan‘ darinya, Qiara langsung berhenti menahan dan tawanya menggema.
Ketika mereka keluar dari restoran, Qiara, yang masih tertawa Heras sampai tersengal–sengal, tidak sadar bila Nando menghentikan langkahnya. Lalu, dia menabrak punggungnya.
“Aduh! Sakit…” Qiara menggosok–gosok hidungnya.
Sepertinya Qiara menderita penyakit tertawa karena tidak bisa menghentikannya, meskipun sudah berusaha keras. Saat Nando berbalik dan menatapnya, Qiara menengadah, dan gelak tawa ronde berikutnyapun menyembur dari bibirnya saat melihat wajah Nando yang serius.
Astaga, ada apa dengan saya?! Dia merasa tidak bisa berhenti tertawa saat melihatnya mala mini.
Di sisi lain, Nando sama sekali tidak menganggap kejadian ini lucu. Sebaliknya, dia malu saat Qiara terus menerus tertawa. Rasanya seperti dia ditertawakan dan bukan dikagumi karena lelucon yang dibuatnya.
“Qiara…” dia memanggilnya dengan suara pelan dan mengancam.
Qiara menatapnya. Kemudian, tiba–tiba saja, dua telapak tangan besar menangkup wajahnya. Sebelum dia mengerti apa yang sedang terjadi, Nando menutup mata dan menciumnya.
Kehangatan yang dirasa bibirnya telah sangat mengejutkannya sehingga dia berhenti tertawa sama sekali. Dia malah terkesima sehingga pikirannya kosong karena panik.
Nando mengisap bibir merahnya sebelum melepaskannya dengan deru napas tersengal–sengal. Dia menatapnya dan bertanya dengan suara parau, “Kenapa kamu diam saja?”
Ciuman itu tampaknya merupakan cara efektif untuk meredam tawanya. Qiara berkedip, menggigit bibirnya, dan menatapnya dengan bingung. Ada air mata yang terlihat seperti berlian menghiasi sudut matanya. Dia terlihat sangat menggoda.