Bab 158
Bab 158 Membalas Dendam Lama dan Dendam Baru Sekaligus
Melihat Livy dan Robin, Jesika tampak ragu untuk mengatakan apa yang hendak
dikatakannya.
“Paman, Paman bawa Livy masuk ke dalam mobil dulu, ya.”
Selesai berbicara, Ardika langsung menyerahkan Livy pada Robin.
Setelah mereka masuk ke dalam mobil, dia baru bertanya sambil mengerutkan
keningnya, “Apa yang terjadi?”
Jesika berkata, “Nona Luna dan anggota Keluarga Basagita pergi mengambil alih
Grup Susanto Raya, tapi mereka malah diusir oleh Tio, manajer umum Grup Susanto
Raya. Selain itu, Jenny juga melompat turun dari gedung Grup Susanto Raya tepat di
hadapan anggota Keluarga Basagita.”
“Saat Jenny tewas bunuh diri dengan melompat dari ketinggian, Tony yang sedang
dirawat di rumah sakit juga tewas setelah melompat dari gedung rumah sakit.”
Begitu mendengar ucapan Jesika, Arini yang daritadi mengikuti mereka dari belakang langsung berlutut di hadapan Ardika.
“Ardika, tolong jangan bunuh aku. Aku sudah menyadari kesalahanku. Selama kamu nggak membunuhku, kamu bersedia melakukan apa pun yang kamu perintahkan. Aku akan meminta maaf di depan batu nisan Delvin. Aku juga akan mengerahkan seluruh kemampuanku untuk memberi kompensasi kepada keluarga
Delvin….‘
”
Wanita itu terus bersujud di hadapan Ardika.
“Sudah, cukup! Mereka bunuh diri nggak ada hubungannya denganku!”
Setelah mengerang dengan kesal, Ardika bertanya pada Jesika, “Bukankah Jenny sudah ditangkap? Kenapa dia bisa pergi ke gedung Grup Susanto Raya, lalu bunuh
diri?”
“Setelah melakukan interogasi, pihak kepolisian mendapati tindak kejahatan yang dilakukan oleh Jenny, James dan beberapa orang lainnya nggak berat. Selain itu,
1/4
tiga keluarga besar mengirim bawahan mereka untuk mengeluarkan wanita itu dari
penjara.”
Jesika sudah menanyakan hal ini kepada Bigit sebelum memberi laporan kepada
Ardika.
Ardika berkata dengan dingin, “Kematian Jenny dan Tony pasti ada hubungannya dengan tiga keluarga besar. Orang–orang ini benar–benar keterlaluan!”
Sebenarnya dia tidak memedulikan kematian Jenny dan Tony.
Namun, hal ini pasti ada hubungannya dengan Keluarga Mahasura ibu kota provinsi.
Kemarin dia baru memerintahkan anak buahnya untuk mengantarkan peti mati berisi mayat Budi ke kediaman Keluarga Mahasura.
Keluarga Mahasura ibu kota provinsi langsung menginstruksikan tiga keluarga besar membunuh kedua orang ini untuk menakut–nakutinya.
Ternyata peringatan yang diberikannya kepada Keluarga Mahasura berupa kehancuran Asosiasi Bahan Bangunan masih belum menyadarkan mereka.
Keluarga Mahasura masih belum berencana untuk datang dan meminta maaf,
Jesika berkata, “Pak Ardika, Pak Sigit sudah mengirim anak buahnya untuk melakukan oleh tempat kejadian perkara, tapi nggak ditemukan bukti pembunuhan
di kedua lokasi tersebut.‘
Tiga keluarga besar memiliki kekuasaan yang besar di Kota Banyuli.
Mereka memiliki seribu macam cara untuk mencabut nyawa Tony dan Jenny, tetapi
mereka memiliki cara yang tragis dan terang–terangan untuk menakuti Ardíka.
Namun, Ardika sama sekali tidak menganggap serius ancaman mereka.
“Lalu, ada apa dengan Grup Susanto Raya?” tanya Ardika.
Jesika sudah melakukan penyelidikan dengan jelas. “Tiga keluarga besar satu
langkah lebih cepat. Mereka sudah mengambil alih Grup Susanto Raya. Tio, manajer
umum Grup Susanto Raya berdiri di pihak mereka. Renaldi, Handi dan Melia adalah
generasi muda paling unggul tiga keluarga besar ini. Mereka bertiga sudah menjadi
anggota komisaris Grup Susanto Raya.”
9/4
Saking kesalnya, Ardika tertawa Ternyata tiga keluarga besat ini memang perampok. Kala itu, mereka merebut aset Grup Agung Makmur, sekarang mereka
malah berani merebut milikku!”
Dia yang menghancurkan Asosiasi Bahan Bangunan dan membunuh Budi, tetapi
pada akhirnya tiga keluarga besar ini yang mendapatkan hasilnya.
Jesika berkata, “Pak Ardika, Pak Henry mengatakan dia akan segera menemui tiga keluarga besar itu dan memaksa mereka untuk menyerahkan Grup Susanto Raya.”
“Nggak perlu.”
Ardika melambaikan tangannya dan berkata, “Hanya dalam kurun waktu beberapa
hari saja, tiga keluarga besar Kota Banyuli akan tinggal sejarah.”
Karena tiga keluarga besar ini sudah memilih untuk menjadi anjing Keluarga
Mahasura, maka mereka harus bersiap untuk menerima konsekuensinya.
“Biarkan mereka menguasai Grup Susanto Raya beberapa hari dulu. Saat itu tiba, aku
akan membuat mereka menyerahkan semua aset perusahaan itu beserta dengan
bunganya.”
Ardika berkata, “Hal yang akan aku lakukan selanjutnya adalah memulai penyelidikan penyebab kematian Delvin.”
“Baik, aku akan segera menyelidikinya.”
Setelah berpikir sejenak, Jesika berkata, “Tapi Pak Ardika, sepertinya kematian Delvin ada hubungannya dengan tiga keluarga besar.”
Kalau begitu, saat itu tiba aku akan membalas dendam lama dan dendam baruku
sekaligus!”
Setelah melontarkan satu kalimat itu dengan dingin, Ardika berbalik dan masuk ke
dalam mobil. Exclusive © material by Nô(/v)elDrama.Org.
Setelah mobil mewah itu melaju pergi, Arini baru berani bangkit dari tanah.
Melihat mobil yang sudah melaju jauh itu, sorot mata ketakutan tampak jelas di
matanya.
Setelah mengantar Livy pulang ke rumah, Ardika duduk di rumah Keluarga Darma
sejenak.
Dia membahas tentang membelikan rumah baru untuk mereka dan mendesak mereka untuk segera pindah lagi.
Ardika bertanya dengan nada bercanda, “Livy, sebentar lagi kamu akan pindah ke
rumah baru. Apa kamu senang?”
“Ayah, aku nggak mau tinggal di rumah baru. Aku mau tinggal di rumah lama yang
dibeli ayahku dulu. Di sana, ada ikan emas yang aku pelihara!” kata bocah
perempuan itu dengan nada anak–anak sambil menggelengkan kepalanya.