Bad 82
Bad 82
Bab 82
Sore itu, ketika menjemput Jodi dari sekolah, Tasya memperoleh rincian acara Hari Keluarga yang dijadwalkan pada hari Jumat. Tiap kelompok akan terdiri dari maksimum dua siswa, dan idealnya, didampingi oleh orang tua mereka.
“Ibu Merian, kami dengar dari Jodi kalau ayahnya juga akan hadir di acara Hari Keluarga. Dengan begitu, kami membutuhkan data tentang tinggi dan berat badan ayahnya agar bisa menyiapkan kaos untuk dikenalan saat mengikuti program ini. Kaosnya akan dibuat sesuai dengan kelompok keluarga.”
Seketika, gambaran figur tinggi dan tampan muncul di benak Tasya, dan kemudian ia bertanya kepada guru pengurus, “Apakah pakaian yang dikenakan keluarga harus seragam?”
“Ini persyaratan dari sekolah, Ibu Merian, dan ditetapkan sebagai pakaian seragam untuk Hari Keluarga para siswa di sini. Lagipula acaranya tidak akan seru dan menyenangkan apabila setiap peserta mengenakan pakaian sesuka mereka saat mengikuti permainan,” ucap guru dengan ramah, sambil menegaskan kalau persyaratan itu memang wajib.
Hmm, Elan sendiri yang berjanji pada anaknya kalau dia akan turut serta dalam acara Hari Keluarga, jadi mau tidak mau dia harus mengenakan kaos itu, meskipun kurang bagus, pikir Tasya dengan geli. “Kalau begitu, tinggi badan ayahnya sekitar 191cm.”
“Wow, ayah Jodi tinggi, ya? Bagaimana dengan berat badannya?”
“Ia memiliki tubuh yang ideal.”
“Baiklah. Sekarang, bila Ibu bisa mentransfer pembayarannya melalui grup diskusi orangtua murid dan guru, ya, kami akan berterima-kasih!” Setelah menuliskan rinciannya, guru pengurus lalu pergi untuk mengerjakan urusan lain.
Tasya baru saja tiba di rumah dengan Jodi mengikuti di belakangnya ketika Frans menelepon dan mengabarkan bahwa ia sedang berada di sini dan ingin mengajak mereka untuk melihat- rumah baru.
Tempat tinggal barunya merupakan apartemen dengan dua kamar, dengan luas mencapai lebih dari seratus meter persegi. Meskipun dengan dua kamar tidur, ruang tamunya luas dan dapat diisi dengan berbagai gaya pengaturan. Tasya sudah bisa membayangkan bagaimana ia akan membagi ruang dan menyiapkan arena bermain anak-anak di ruang keluarga yang akan cocok sekali untuk Jodi.
Rumah baru itu juga memiliki dua balkon, satu untuk mencuci baju dan yang lain untuk menampung tanaman. Begitu ditambahkan meja kecil untuk minum kopi dan bekerja di sana,
Tasya dapat mengubahnya menjadi tempat kerja luar ruang.
Tasya menyukai tempat yang dipilih Frans untuknya ini, dan ia menghargai bagimana ayahnya sudah melawan Pingkan dan Elsa sehingga dapat menyediakan rumah untuknya dan Jodi.
“Kamu bisa mengemas perabotan dan pindah kapan pun kamu mau. Jika membutuhkan apapun, ada mal yang bisa dicapai dengan turun lewat lift!” jelas Frans dengan riang sambil duduk di sofa dan memangku Jodi.
Tasya mengangguk, “Baik, aku akan kembali dan mengemas semua barang kita malam ini. Tak banyak, sehingga urusan pindah rumah bisa selesai besok sore. Kita bisa mulai memasak makanan pertama di sini besok!”
“Bagus, nanti aku akan mampir dan makan malam bersama kalian,” ucap Frans tersenyum
1113
rsamThis belongs to NôvelDrama.Org - ©.
Semestinya, Tasya akan merasa senang bila ada ayah di sisinya, tetapi ia tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir di hadapannya. Seakan bisa membaca pikiran Tasya, Frans menambahkan dengan cepat, “Jangan khawatir. Aku akan mampir, sendiri saja.”
Tasya sungguh-sungguh tidak berharap Pingkan dan Elsa akan hadir di tengah mereka. Ia mengangguk sambil berkata, “Baik, Ayah.”
Di Kediaman Merian, Pingkan masih merasa tidak senang suaminya membelikan sebuah unit apartemen untuk Tasya. Kenyataan itu menjadi duri di dadanya, dan ia sudah berencana meminta Frans untuk juga membelikan apartemen bagi Elsa sebagai hadiah perkawinan.
vd
IC
Namun, Pingkan tahu bahwa Frans tidak akan sanggup membeli apartemen lagi meskipun perusahannya sedang berkembang pesat akhir-akhir ini. Seolah semesta sedang membantunya; seluruh penawaran bisnisnya diterima, dan semuanya berjalan lancar, belum lagi pembukuan perusahaan yang terlihat begitu positif. Akan tetapi, tidak mudah bagi perusahaan kecil dengan aset hanya beberapa milyar untuk menjadi sebuah entitas yang terdaftar.
Di tempat lain, Elan sedang di ruang kerjanya di Perusahaan Prapanca, akan pulang setelah mengunjungi Jewelia malam ini untuk menyelesaikan beberapa urusan. Sesaat kemudian, Roy mendatanginya dengan dokumen di tangan, “Presdir Prapanca, baru saja ada penawaran baru
dari perusahaan milik Frans, dan kita sudah menyetujuinya.”
Elan mengangguk dengan puas. “Bagus.”
“Presdir Prapanca, kurasa Frans tidak tahu kalau bapaklah yang diam-diam sudah menyokong perusahannya dan membuatnya tumbuh berkembang sampai seperti sekarang.”
“Tidak perlu dia tahu. Istrinya sudah mengorbankan nyawanya untuk hidupku, dan sudah semestinya aku memperlakukan keluarganya dengan baik, membalas budi kebaikan istrinya.” Elan menggosok- gosok ruang di antara alisnya karena lelah yang ia rasakan.
“Presdir Prapanca, kami juga sudah memberitahu tim yang menangani lomba desain perhiasan.”
“Baiklah,” ucap Elan membalas pernyataannya, matanya tiba-tiba memancarkan aura penuh harap.
“Bapak harus bersiap pulang. Sekarang sudah jam 9 malam,” Roy mengingatkan dengan ramah.
Setengah jam kemudian, Elan kembali ke villanya yang terletak di perbukitan. Saat berdiri di ruang tamu yang luas, ia menyadari betapa rumah itu terasa kosong. Hal itu membuatnya teringat akan apartemen Tasya yang kecil tetapi nyaman. Sepertinya yang diperlukan rumah ini hanyalah sentuhan perempuan, pikirnya. Seorang anak juga bisa menghidupkan suasana.
Saat pikirannya melayang-layang, ia memikirkan Tasya dan Jodi. Tasya adalah orang yang keras kepala yang akan menolak cara mudah dalam banyak hal. Selain itu, ia juga mandiri, tegas, dan tidak pernah merendahkan dirinya demi uang. Ia bukanlah orang yang bisa dibeli, dan dengan
segala kekuasaan yang dimiliki, Elan tahu ia tidak bisa membuatnya menikah dengannya.
Yang terpenting lagi, Elan adalah orang yang telah berhutang budi padanya. Bagaimanapun juga, ia merasa jauh lebih sulit memenangkan hati Tasya daripada mengelola sebuah korporasi besar dengan kekayaan trilyunan.
semakin besar gairah membara, menjalar di sekujur tubuhnya. Tiba-tiba saja ia merasa celanany.
la tidak bisa berhenti memikirkan Tasya dan lekuk bayangannya. Semakin ia memikirkannya, semakin besar gairah membara, menjalar di sekujur tubuhnya. Tiba-tiba saja ia merasa celananya kian menyempit.