Bab 576
Bab 576 Orang Ini Juga Harus Dilumpuhkan
Di belakang Handi, ada beberapa orang pria kekar.
Aura mereka sangat menakutkan, sorot mata mereka sangat tajam.
Mereka semua adalah pengawal Keluarga Santosa.
“Tuan Muda Handi, perintahkan anak buahmu untuk bertindak sekarang juga! Lucien si pecundang itu masih enggan menyerahkannya! Sepertinya kita hanya bisa bermain kekerasan!”
Begitu Handi tiba di lokasi, Aditia menjadi sangat percaya diri.
Kemudian, dia menunjuk Ardika dan berkata dengan penuh kebencian, “Orang ini adalah Raka, presdir Grup Bintang Darma. Dia sangat ahli berkelahi. Walau biasanya aku dan Kerry juga berlatih tinju, kami
juga bukan tandingannya!”
Karena takut pada Ardika, dia baru meminta Handi untuk membawa pengawal Keluarga Santosa.
Kalau hanya menghadapi Lucien saja, dia bisa membayar beberapa orang preman saja.
“Dia adalah Raka?”
Handi mengalihkan pandangannya ke arah Ardika. Dia tercengang sejenak.
Sesaat kemudian, dia tertawa mengejek.
Makin lama, suara tawanya makin keras.
Hingga pada akhirnya, dia sudah tertawa sambil memegangi perutnya.
“Haha! Dia adalah menantu idiot Keluarga Basagita!”
Setelah berhenti tertawa, Handi menatap Ardika dengan lekat, lalu mencibir dan berkata, “Jadi, Raka yang selama ini nggak menunjukkan diri dan memainkan trik di belakang kami adalah kamu?” Belongs to NôvelDrama.Org - All rights reserved.
“Apa? Dia adalah menantu idiot Keluarga Basagita itu?”
Aditia dan Winda tertegun sejenak, lalu juga ikut tertawa terbahak–bahak.
“Sudah kubilang, aku nggak pernah mendengar Delvin sialan itu punya saudara kandung. Tiba–tiba, muncul seseorang yang mengaku–ngaku sebagai saudaranya. Oh, ternyata adalah saudara palsu!”
“Menantu pecundang Keluarga Basagita, ya? Orang yang bahkan dianggap remeh oleh pengemis di
jalanan. Dia menyebut–nyebut dirinya sebagai Dewa Perang dan mengaku–ngaku dirinya adalah Raka. Astaga, selain mengelabui orang lain, dia bisa apa lagi?”
Pasangan sialan itu tertawa liar.
Sebelumnya, karena Ardika memiliki posisi dan kedudukan, mereka masih sedikit segan padanya.
Setelah mengetahui Ardika adalah menantu pecundang Keluarga Basagita, rasa segan mereka terhadap
pria itu langsung menghilang tanpa meninggalkan jejak.
Mereka menatap Ardika dengan tatapan bangga, seolah–olah mereka lebih unggul dari Ardika.
Winda tertawa dingin dan berkata dengan nada menyindir, “Lucien, ternyata ini presdir barumu? Aku pikir
orang sehebat dia? Aku pikir dia adalah orang yang bisa melindungimu dan membuatmu terlepas dari
jeratan Tuan Muda Handi. Tapi, sepertinya dugaanku salah?”
Melihat Handi menganggap remeh Ardika, hati Lucien langsung diselimuti perasaan gugup.
Namun, dia berusaha tetap tenang dan berkata, “Aku tahu kalian menginginkan teknologi hak paten yang
kumiliki, tapi masih sama seperti sebelumnya, aku nggak akan menyerahkannya pada kalian!”
Melihat Lucien masih keras kepala dan berusaha untuk bertahan di saat seperti ini, Winda langsung
berteriak dengan marah saking kesalnya, “Lucien, kamu benar–benar bodoh! Syukurin saja kamu kakimu
dipatahkan oleh Tuan Muda Handi dua tahun yang lalu!”
“Sekarang, keputusan untuk menyerahkannya atau nggak sudah nggak ada di tanganmu.”
Aditia tertawa dingin dan berkata, “Benar “kan, Tuan Muda Handi?”
Ekspresi Handi tampak sedingin es.
Kesabaran yang tersisa sedikit itu sudah terkuras habis setelah mendengar kata–kata yang keluar dari
mulut Lucien.
Handi melambaikan tangannya kepada beberapa orang pengawal yang berada di belakangnya.
Beberapa pengawal itu langsung melepaskan jas mereka dan menunjukkan lengan berotot mereka.
Hanya dengan melihat otot–otot itu saja, sudah bisa dibayangkan betapa besarnya kekuatan mereka!
Melihat akan terjadi perkelahian, para pengunjung di kafe segera bangkit dari tempat duduk mereka dan meninggalkan kafe tersebut. Mereka tidak ingin menyaksikan pertunjukan yang bisa mengancam nyawa mereka seperti itu.
Sementara itu, pelayan hendak menengahi perkelahian tersebut.
“Minggir sana! Jangan ikut campur!”
Setelah melihat sorot mata sekaligus dingin seorang pengawal, pelayan itu langsung bersembunyi di
dalam sebuah ruangan dan tidak berani keluar lagi saking ketakutannya.
Melihat pemandangan itu, ekspresi Lucien langsung berubah. “Handi, ini adalah lantai bawah Grup
Bintang Darma, apa yang ingin kamu lakukan?!”
“Memangnya kenapa kalau ini di lantai bawah Grup Bintang Darma? Saat itu, aku juga memerintahkan orang untuk mematahkan kakimu ketika kita berada di lantai paling atas Grup Bintang Darma.”
Handi mendengus dingin, lalu memerintah dengan acuh tak acuh, “Patahkan dulu satu kakinya lagi.”
Saat berbicara, dia mengangkat lengannya dan menunjuk Ardika, lalu berkata, “Oh ya, orang ini juga
harus sekalian dilumpuhkan.”
“Baik, Tuan Muda Handi!”
Sambil menyunggingkan seulas senyum ganas, beberapa pengawal Keluarga Santosa itu berjalan menghampiri Lucien dan Ardika.
Melihat ekspresi Lucien berubah menjadi pucat pasi dan tampak ketakutan setengah mati, Aditia dan Winda langsung tertawa dengan senang.