Menantu Pahlawan Negara

Bab 160



Bab 160 Diikuti 

Tidak lama lagi, proyek yang sedang dijalankannya saat ini sudah memasuki tahap 

promosi dan penjualan. Luna sangat sibuk. 

Hal yang paling penting adalah dia harus mengurus pinjaman bank terlebih dahulu. 

Modal yang dimiliki oleh Grup Agung Makmur tidak memadai, tetapi sekarang pengeluaran setiap hari sangatlah besar. 

Masih ada dana–dana lainnya yang harus dikeluarkan, jadi modal yang kurang sangat besar. 

Hal–hal seperti ini perlu Luna sendiri yang mengurusnya. 

Ardika langsung mengiakan permintaan istrinya. 

“Sayang, apa kamu nggak enak badan?tanya Ardika dengan penuh perhatian setelah melihat ekspresi Luna agak pucat. 

Luna menyentuh wajahnya sejenak, lalu berkata, “Ah, nggak apa–apa, tadi aku hanya 

sedikit terkejut. Jenny lompat dari lantai paling atas gedung Grup Susanto Raya 

tepat di hadapan kami.” 

Pertahanan mental Luna lumayan baik. 

Sementara itu, hari ini Wisnu dan Wulan yang biasanya suka berlagak dan tampak 

arogan terkejut setengah mati menyaksikan pemandangan itu sampai–sampai 

mereka buang air kecil dan buang air besar di celana. 

Pemandangan itu benar–benar menakutkan. 

Kemudian, Luna berkata, “Oh ya, aku dengar Tony juga bunuh diri dengan melompat 

dari gedung rumah sakit. Benar–benar aneh.” 

Tony dan Jenny adalah teman sekelasnya saat dia masih duduk di bangku sekolah 

menengah atas. 

Sekarang kedua orang itu sudah mati bunuh diri. 

Selain itu, Jame’s dan beberapa orang lainnya sudah ditangkap. 

1/4 

Perjalanan hidup manusia sangat sulit ditebak 

Beberapa waktu yang lalu, mereka masih mengejek dirinya dan Ardika 

Tentu saja Ardika mengerti apa yang telah terjadi. 

Dia tidak memedulikan kematian kedua orang itu. Dia menghibur istrinya dengan 

berkata, Sayang, kamu nggak perlu memikirkan mereka lagi. Mereka mati ya mati 

saja. Lagi pula, mereka pantas menerimanya. Selain itu, nggak lama lagi aku akan merebut Grup Susanto Raya dari tangan tiga keluarga besar.” 

Luna memutar matanya, dia hanya beranggapan Ardika sedang bercanda 

dengannya. 

Dia berkata, “Kamu nggak perlu memikirkan tentang Grup Susanto Raya lagi. Kali ini 

kamu bisa pulang dengan selamat dari acara yang diselenggarakan oleh Asosiasi 

Bahan Bangunan saja, aku sudah sangat puas.” 

Mendengar ucapan istrinya, Ardika sangat terharu. 

Selain meminta bantuan Jinto untuk melindunginya, istrinya juga meminjam uang 

sebesar dua miliar dari Tina. 

Saat ini, Ardika mengeluarkan kartu bank yang dikembalikan oleh Jinto padanya 

saat mereka menghadiri acara tersebut. 

Kemudian, dia menyerahkan kartu bank kepada istrinya dan berkata, “Sayang, Tuan 

Jinto memintaku untuk mengembalikan ini padamu. Kamu kembalikan saja pada 

Tina, ya.” 

Luna menerima kartu bank dengan ekspresi terkejut. “Tuan Jinto adalah orang yang 

sangat baik. Ardika, nanti kalau kamu bertemu dengan Tuan Jinto, tolong 

sampaikan terima kasihku padanya, ya.” 

Ardika hanya tersenyum tanpa mengucapkan sepatah kata pun. 

Kalau bukan karena dirinya, sekarang Jinto juga sudah ditangkap. 

Luna menghubungi Tína dan mengatakan bahwa dia sudah mentransfer uang itu 

kembali pada Tina. 

Sebelumnya, saat berada di Hotel Puritama, Tina mengeluarkan uang dua miliar tanpa ragu agar Ardika bercerai dengan Luna 

Jadi, tentu saja dia tidak akan menerima uang itu kembali. Lagi pula, sebelumnya dia sama sekali belum mengeluarkan uang. 

Tina berkata, “Kamu berikan saja uang ini kepada Paman dan Bibi, anggap saja sebagai uang jajan bentuk rasa hormatku pada mereka. Siapa suruh menantu mereka nggak punya kemampuan sampai–sampai nggak mampu memberikan uang jajan kepada mertua?” 

Desi yang kebetulan lewat mendengar pembicaraan putrinya dengan Tina dengan jelas. Dia menerima kartu bank itu dengan senang. 

“Tina, terima kasih banyak, ya!” 

Sambil berbicara, dia memelototi Ardika, lalu berkata, “Kamu lihat sendiri! Kamu 

bahkan nggak bisa dibandingkan dengan Tina!” 

Ardika benar–benar kehilangan kata–kata. 

Sebenarnya dia yang membantu Tina menghemat uang dua miliar itu. 

Keesokan harinya, Luna pergi mengurus urusan pinjaman, sedangkan Ardika tetap 

berada di rumah. 

Melihat waktu sudah hampir tiba, dia segera mengendarai mobil menuju ke stasiun 

kereta api untuk menjemput adik iparnya. 

Di luar stasiun kereta api, Ardika menghentikan mobilnya. 

Setelah menunggu selama beberapa saat, melalui kaca spion mobil dia melihat ada 

sebuah mobil yang berhenti di tempat parkiran berjarak beberapa mobil darinya. 

Dia segera keluar dari mobil, menghampiri mobil tersebut dan mengetuk kaca mobil 

tersebut. 

Saat kaca mobil diturunkan, Ardika menatap orang–orang yang berada di dalam 

mobil tersebut, lalu mengerutkan keningnya dan berkata, “Untuk apa kalian 

mengikutiku?” 

+15 BONUS 

Mobil itu sudah mengikutinya sepanjang jalan. 

Dia juga mengenal orang–orang di dalam mobil tersebut. 

Mereka tidak lain adalah enam jenderal perang yang merupakan bawahan Romi dan baru kembali dari medan perang di luar kota. Content provided by NôvelDrama.Org.

Orang yang duduk di kursi pengemudi adalah jenderal perang nomor satu yang 

bernama Geri Logan. 

Dia berkata dengan penuh hormat, “Tuan, kami sudah mengikuti Tuan dengan sangat hati–hati. Aku nggak menyangka Tuan tetap menyadari keberadaan kami.” 


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.