Chapter 124
Chapter 124
Bab 124 NôvelDrama.Org owns © this.
“Apa…Apa yang kau lakukan?” tanya tuan Harimau dengan cemas.
Reva mencibir dan berkata: “Aku mematahkan saraf ototmu.”
“Jangan pernah berpikir untuk berdiri lagi selama sisa hidupmu!”
Tuan Tiger membelalakkan matanya dan memaki, “Siala, kau kira aku anak kemarin sore yang mudah kau takuti?”
“Hanya ditusuk dua kali dengan jarum perakmu dan kau mengatakan bahwa saraf ototku sudah rusak?”
“Kau kira saraf otot itu balon? Kau tusuk lalu pecah begitu?”
“Brengsek, kau kira aku takut padamu?”
“Awas saja kau yah!”
“Sebentar lagi anak buahku akan datang dan membunuhmu!”
Reva mencibir: “Aku akan menunggu disini!”
Tidak lama kemudian enam orang berlarian datang dari belakang.
“Tuan Tiger, apa yang terjadi?”
Saat tuan Tiger melihat mereka dia sangat gembira dan menunjuk Reva sambil meraung, “Brengsek, kalian patahkan kaki bajingan itu dulu!”
Keenam orang itu segera bergegas.
Raut wajah Herman tiba – tiba berubah, dia terlihat ragu – ragu sejenak lalu mengambil batu bata di samping dan menghalang di depan Reva seperti menjadi
tameng baginya.
“Reva, kau lari dulu. Aku akan membantumu menghentikan mereka!”
Mendengar ucapannya itu mata Reva memerah lagi.
Dulu saat di sekolah Herman juga menghalangi genk – genk di sekolah demi dirinya seperti ini dan akhirnya kakinya patah.
Setelah sekian lama Herman tidak berubah sama sekali saat mereka bertemu bahaya.
Dia masih sama seperti dulu. Saat ada bahaya selalu berdiri di depan Reva, menjadi tameng bagi Reva.
Ini baru dinamakan saudara yang sebenarnya!
Hanya saja, kali ini giliranku yang berdiri di depanmu, kawan!
Keenam orang itu meraung dan bergegas menghampiri mereka.
Wanita itu tampak sangat bersemangat dan berteriak dengan kencang: “Bunuh dia! Bunuh dia! Bunuh dia untukku!”
“Bunuh kedua bajingan itu, jangan ada yang tersisa.”
“Kedua bajingan menyedihkan itu berani melawan suamiku. Aku ingin lihat bagaimana mereka mati!”
Reva menarik Herman ke belakangnya dan berlari ke depan kemudian meninju pangkal hidung pria yang ada di depannya itu.
Pria itu langsung jatuh ke jalan, batang hidungnya patah dan beberapa giginya hilang. Kemudian dia memuntahkan darah dari mulutnya.
Dan selanjutnya Reva langsung menendang pria yang lain dan menendang orang di sebelahnya hingga mental ke petak bunga di belakangnya.
Lalu dia mengulurkan kedua tangannya untuk meraih leher kedua pemuda itu dan membanting kepala mereka bersama – sama yang mengakibatkan kedua pemuda itu pingsan dan langsung jatuh ke jalan.
Sisa dua orang lainnya merasa situasi sudah tidak menguntungkan, mereka membalikkan badannya dan ingin lari.
Tetapi Reva dengan satu langkah lebar mendekati mereka dan menendang salah satu dari mereka hingga wajah mereka jatuh mencium jalanan.
Tendangan berikutnya mengenai kaki pria yang satu lagi dan menghancurkan tulang kakinya.
Hanya kurang dari satu menit Reva telah membuat keenam pria itu tergeletak di jalan dan tak bisa bangun.
Beberapa orang tampak tercengang dan tidak ada yang menyangka bahwa hasilnya akan seperti ini.
Mata Herman membelalak dengan lebar, bola matanya seperti mau meloncat keluar saja. “Reva, apakah…apakah kau sudah menguasai seni bela diri?”
Reva tersenyum ringan dan menghampiri tuan Tiger: “Sekarang, apakah kau sudah bersedia untuk meminta maaf?”
Tuan Tiger tetap keras kepala dan berkata dengan ganas: “Minta maaf kepada moyangmu!”
“Kau bisa mengalahkan enam orang tetapi bisakah kau mengalahkan enam puluh orang, enam ratus orang?”
“Bangsat, sebentar lagi anak buahku akan datang. Kita lihat bagaimana aku membunuhmu!”
Lalu Reva menggelengkan kepalanya dan berkata: “Aku rasa kau benar-benar tak tahu diuntung!”
“Kalau itu maumu maka kau berbaring saja disini!”
“Nanti saat kau sudah sadar baru kau memohon padaku!”
Kemudian Reva mengajak Herman pergi, tetapi tuan Tiger masih memaki: “Huh! Kau mau menakuti siapa?”
“Tunggu sampai aku selesai mengobati kakiku di rumah sakit dan nantinya aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!”
“Awas saja kau! Tunggu aku!”
Herman tampak ketakutan dan berkata: “Reva, lebih baik…lebih baik kita meminta maaf kepada tuan Tiger.
“Tuan Tiger adalah sepupu Kenji Shim. Kenji Shim dari Shim Group. Kita…kita tidak dapat menyinggung orang – orang seperti mereka….”
Next Chapter