Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 119



Bab 119

Bab 119

Asta bernafsu dan dingin.

Seperti katanya, dia tidak membiarkan Samara melakukannya, jadi dia membuka sendiri kancing kemejanya dan menunjukkan tulang selangkanya yang halus dan seksi.

Wajah yang sempurna ini....

Tubuh seksi yang membuat darah orang yang melihatnya mendidih....

Samara baru pertama kali merasa terpesona pada seorang lelaki, dan saat bibirnya kembali digigit, dia perlahan–lahan kembali tersadar.

“Tidak....tidak boleh...”

Apa Asta benar–benar menyukainya?

Lalu bagaimana dengan ibu kandung Oliver dan Olivia? Lalu Samantha!

Mata coklat Samara seketika tenang, tangannya menumpu pada dadanya : “Saya...saya terluka... lenganku sangat sakit....”

Asta berhenti dengan susah payah, dan menatapnya dengan nafas yang berat.

“Benar.” Samara membenarkan gaun rumah sakitnya yang ditarik oleh Asta dan berkata dengan terengah–engah, “Kamu menyakitiku! Saya mengatakan itu hanya luka ringan....untuk mengusirmu...kalau tidak percaya...saya akan menunjukkan lukanya padamu...lukanya terbuka...”

Samara menggulung lengan bajunya keatas dan memperlihatkan lukanya.

Dan benar saja, ada bercak–bercak merah darah yang merembes di perban.

Samara tidak berbohong.

Asta menarik dirinya dari tubuh Samara, mengancing kembali kemejanya dan berkata dengan muram : “Saya akan memanggil dokter.”

Dan setelah Asta keluar untuk memanggil dokter, Samara akhirnya merasa lega.

Sebenarnya....

Tadi Asta tidak bertindak kasar dengannya, juga tidak menekan lukanya.

Samara sendiri yang takut kalau dia akan terbius oleh keindahan Asta, jadi dia sengaja merobek lukanya agar dia berpikiran jernih.

Dihadapkan dengan Asta, dia tidak memiliki sedikit peluang pun untuk menang.

Namun, untung saja...dia bisa bertindak kejam pada dirinya sendiri.

Asta memanggil dokter dan dokter kembali melakukan perawatan pada luka Samara.

ad

nara.

Dokter membalut luka Samara sambil mengomeli Asta dan Samara.

“Anak muda...memang dimaklumi kalau memiliki permintaan yang tinggi dalam hal itu, tapi Anda harus mendahulukan penyembuhan tubuh Anda terlebih dulu.”

ne

“Ada harga yang harus dibayar untuk kesenangan sesaat ....luka ini paling tidak harus dirawat satu hari lagi di rumah sakit.”

“Aduh, anak muda sekarang memang perlu dikekang...kali ini akan kubiarkan, tapi jangan sampai ada lain kali lagi!”

Meskipun dokter ini tidak dengan spesifik menyebut namanya, tapi dalam ruangan ini hanya ada dia, dan Asta.

Dikritik langsung oleh dokter dihadapannya membuat wajah dan telinga Samara sedikit memerah.

Dia melirik Asta sekilas, hanya saja wajahnya tidak merah dan tidak terlihat tersipu, sepasang mata tajamnya melekat pada luka yang ada dilengannya, seolah dia tidak mendengar apa yang baru dikatakan oleh dokter tadi.

Setelah dokter pergi.

Tangan mungil Samara mengelus perban yang ada dilengannya.

Dan merasa senang dalam hatinya, dia merasa kali ini dia sudah aman.

“Jangan sampai saya mendengar kamu mengatakan mau menjaga jarak lagi....” Mata tajam Asta berkilau : “Kalau saya mendengarnya lagi, luka dimanapun tidak akan bisa menyelamatkanmu.”

Tatapan Samara yang bertemu dengan tatapan tajam Asta membuat hatinya berdegup kencang. Text property © Nôvel(D)ra/ma.Org.

Dia...seperti mangsanya, perasaan dikuasai olehnya ini terlalu berat.

Dia harus segera menyembuhkan lukanya, dan keluar dari rumah sakit secepat mungkin.

Dan setelah menghabiskan beberapa saat dalam kebosanan, ponsel Asta tiba–tiba berdering.

Setelah berbicara sesaat, wajahnya menjadi muram, dia menutup teleponnya dan berkata pada Samara : “Ada pekerjaan yang harus kuurus, saya akan kembali malam ini.”

“Ya.”

Setelah Asta pergi, Samara merasakan udara bebas.

Ada pekerjaan yang harus diurus oleh Asta, dia juga harus mengurus pekerjaannya.

Selain Perusahaan Farmasi Intermega, Perusahaan Hiburan Intermega miliknya juga sudah berhasil merekrut pekerja.

Dalam kotak masuknya, terlihat beberapa email masuk dari Timothy, dia mengirimkan beberapa CV dari kandidat yang sudah lolos seleksi untuk mengisi beberapa jabatan penting, karena sebelumnya ada Asta, dia juga tidak bisa melihatnya dengan leluasa.

Dan saat dia sedang sangat fokus, pintu diketuk dari luar.

“Tok tok—-–”

Dia mengira Asta sudah kembali dan segera menyimpan laptopnya kedalam selimut, dan berlagak tidak terjadi apa–apa.

“Masuk.”

Pintu kamar pasien terbuka, dan seorang pria tua berambut putih dan mengenakan setelan jas berjalan masuk.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.