Bab 118
Bab 118
Bab 118
Alfa berkata dengan santai : “Tidak berubah, masih enggan padanya….”
Kakek tidak mengatakan apapun lagi, rasa ketidakpuasan terhadap Samara yang ada didalam hatinya menjadi semakin kuat.
Meskipun beberapa tahun ini, Asta tidak menikahi Samantha, tapi didalam hati Kakek, dia sudah menganggap Samantha seperti cucu menantunya sendiri.
Kedua cicitnya itu terpisah dan menjadi tidak dekat dengan ibu kandung mereka, malah dekat dengan wanita liar dari luar.
Bahkan—-
Dia hanya mengkritik Samara dan kedua cicitnya itu langsung menjadi marah pada kakek buyut ini, dan mogok makan!
Sepertinya…
Bagaimanapun dia harus menemui Samara secara langsung.
Didalam rumah sakit.
Samara sudah bangun, tapi dia merasa kepalanya masih sedikit pusing.
nar
nerasa
Iva II
“Mi…minum air…” dia menopang dirinya, menyipitkan mata, dan meraba gelas di meja samping tempat tidur.
Setelah meraba selama sesaat, Samara masih belum menemukan gelas, sebaliknya dia merasa ada bibir botol air mineral yang melekat padanya, dan kepalanya ditopang oleh sebuah telapak tangan yang besar.
Dia membuka bibirnya tanpa sadar, memegang botol air mineral dengan kedua tangan, dan meminumnya
Kelakuan ini…
Seperti bayi yang baru lahir yang sedang minum susu, benar-benar imut dan menggemaskan.
Senyunan upis terlihat pada mata tajam Asia, dan dia terus menatapnya seperti itu.
Samnara meneguk habis sebotol air mineral itu lalu mengembalikan botol itu kepada pria yang ada disainpingnya dengan puas,
Namun, tiba-tiba—.
Samara merasa ada yang salah, dia masih dirumah sakit, dan Javier tidak berada di sisinya.
Seketika ilu, dia membuka mata coklatnya dan melihat dengan jelas orang yang memberikan air
padanya…ternyata adalah Asta.
Samara mengernyitkan keningnya dan bertanya : “Kenapa kamu masih disini? Ini sudah jam berapa….apa kamu tidak bekerja?”
a Material © of NôvelDrama.Org.
“Saya cuti.” Asta tidak menggunakan tisu dan langsung menyeka sisa air yang ada di bibir Samara dengan tangannya : “Beberapa hari ini saya akan menemanimu di rumah sakit.”
“Hm?” mata Samara melebar, dan tidak mempercayai apa yang baru dia dengar.
“Hm.”
Asta memalingkan wajahnya dan melirik sekilas padanya, nada ‘Hm’ itu terdengar sangat arogan.
“Lenganku hanya terluka ringan…” Samara berpikir sejenak dan merasa ini kurang pantas : “Tidak perlu kamu yang merawatku.”
“Kamu terluka demi Olivia, saya sebagai ayahnya tentu harus merawatmu sebagai balas jasaku.”
“Tidak perlu….”
Samara tidak ingin menerima kehangatan Asta, dan kembali pada sikap ketidakpeduliannya yang biasa.
“Asta, bagaimanapun saya sudah menerima 10 miliar.” Bulu mata Samara berdelik, lalu melanjutkan perkataannya : “Meskipun seperti yang kamu katakan, kamu menemuiku tidak termasuk pelanggaran kontrak tapi setidaknya kamu harus membiarkanku memiliki sedikit etikad terhadap kontraknya…dan menjaga jarak denganku, bisa tidak?”
Asta melemparkan botol air kosong ditangannya ke lantai, dan berlutut dengan satu kakinya diatas ranjang, menjerat seluruh tubuh Samara dibawah tubuhnya.
“Menjaga jarak?” Mata tajam Asta melekat padanya, dan ada kemarahan yang terdengar dalam nada bicaranya : “Jarak seperti ini?”
Nafas pria itu mendekat, dan membuat jantung Samara berdetak kencang lagi.
“Jangan berpura-pura bodoh denganku, Asta, kamu tahu apa maksudku!”
“Iya, dan sekarang saya sedang menjawabmu” Asta menjawab satu kata demi satu kata dengan dingin dan posesif : “Sainara, bermimpilah.”
“Kamu—”
Samara belum sempat memakinya, bibirnya sudah digigit oleh Asta.
Benar!
Kalimat ini tidak salah, digigit, bukan dicium!
Asta seperti seekor anjing gila yang mengigit bibirnya, lidak terlalu ringan namun juga tidak terlalu kasar, jelas-jelas perbuatannya itu sangat panas dan memprovokasi, tapi malah
membuatnya merasa tidak nyaman.
Jari-jari kasarnya mengangkat gaun rumah sakitnya, dan mulai melakukan beberapa pengujian berbahaya namun mendalam…
Sebelumnya, Asta paling hanya akan menciumnya, tapi sekarang sepertinya dia tidak akan puas lagi… kalau hanya bermain dibibirnya.
“Asta…saya..saya sedang terluka…”
“Tadi kamu jelas-jelas mengatakan itu hanya luka ringan… Asta berkata dengan nada rendah yang menawan : “Hal seperti ini, yang penting pria bisa mengambil inisiatif saja….sudah cukup….”