Chapter 56
Chapter 56
Bab 56
Tidak ada pergerakan di luar, anak-anak semakin merasa takut, tangan Bibi Juni yang memegang pisau pun sudah gemetar.
Tracy memegang sebuah pisau buah, dengan hati-hati bersandar, melihat ke luar melalui celah yang retak.
Di saat yang sama, di luar juga ada sebuah mata yang melihat ke dalam seperti dia. All content is © N0velDrama.Org.
Kedua mata saling bertatapan, ketakutan hingga berteriak…
“Aaaaa–“Anak–anak menjadi takut, semuanya ikut berteriak.
“Lapor polisi, cepat lapor polisi!” Tracy dengan buru–buru mencari telepon genggam untuk melapor polisi.
“Tunggu, tunggu, sepertinya itu satpam, Pak Sarwan.”
Bibi Juni melihat dengan cermat dari celah, yakin itu satpam, Pak Sarwan, buru-buru membuka pintu.
“Kak Juni, kamu di rumah?” Awalnya Pak Sarwan membawa protofon untuk memanggil orang, ketika melihat Bibi Juni, barulah dia menghentikan langkahnya, “Membuat kaget saja, saya kira terjadi sesuatu di rumahmu.”
“Memang terjadi sesuatu, baru saja...”
“Baru saja ada pencuri yang masuk mencuri barang, sudah diusir oleh kami sekeluarga.”
Tracy segera memotong pembicaraan Bibi Juni, dia tidak ingin orang lain mengetahui perihal Chip, untuk menghindari lebih banyak masalah.
“Hah? Apakah sudah melapor polisi?” Pak Sarwan bertanya dengan panik.
“Saya periksa dahulu apakah ada barang yang diambil atau tidak, baru memutuskan lapor polisi atau tidak.” Tracy tertawa mengalihkan pembicaraan. “Pak Sarwan, apakah pihak pengembang bisa memperbaiki pintu?”
“Pintu ini diperkirakan harus ganti yang baru.” Pak Sarwan memeriksa sejenak pintu yang rusak. “Tempat kami masih ada pintu baru, 9.600.000, sudah termasuk gembok!”
“9.600.000?” Mendengar harus menghabiskan uang sebanyak itu, dalam sekejap, Tracy merasa sakit kepala.
“Mau ganti tidak?” Tanya Pak Sarwan, “Saya beri diskon 10 persen.”
“Dua puluh persen!” Bibi Juni menawarnya, “Sesama tetangga, pedulilah sedikit.”
Pak Sarwan melihat pisau dapur di tangannya, takut hingga gemetaran: “Baiklah, dua puluh persen.”
“Cepat, sekarang juga minta orang datang menggantinya. Jika tidak, malam ini kami tidak bisa tidur.” Desak Bibi Juni.
“Baik.” Dengan protofon, Pak Sarwan menghubungi rekannya untuk datang mengganti pintu.
Bibi Juni mengawasi di samping.
Tracy memasak makan malam sederhana untuk ketiga anaknya. Lalu membawa mereka mandi dan tidur.
Setelah selesai dengan kesibukannya, Tracy memegang telepon genggam dan berpikir di sofa, sebenarnya mau lapor polisi atau tidak?
Jika lapor polisi, polisi akan menyidik hingga jelas. Jika begitu, si Iblis akan tahu bahwa anak kecil yang kebetulan mendapatkan Chipnya adalah anak Tracy.
Saat itu, akankah polisi mengira bahwa dia sengaja menghasut anaknya membawa kabur Chipnya?
Dikhawatirkan dia tidak hanya akan kehilangan pekerjaan, tetapi juga akan didakwa dengan kasus pencurian.
Emosi si Iblis tidak stabil, jika sungguh ingin menghukumnya, dia juga tidak mampu menjelaskannya.
Selain itu, begitu masalahnya terungkap, status ketiga anak ini juga akan terungkap, apakah gigolo itu akan datang mencari anaknya?
Begitu memikirkan masalah–masalah ini, Tracy pun mundur, keluar dari layar panggilan...
.
Namun, jika berpikir dari sisi lain, jika tidak melapor polisi, bagaimana jika orang berpakaian hitam itu kemari?
Meski hari ini tidak terjadi apa–apa, namun seluruh keluarga juga tidak sanggup mengalami siksaan ini...
“Akhirnya selesai memasangnya. Mengganti 1 pintu saja bisa mendapat 9 juta lebih, uang ini sungguh mudah didapatkan. Jika begitu, seharusnya negosiasi harga lagi dengan mereka di awal.”
Bibi Juni menutup pintu, menyalakan televisi, mengecilkan suaranya. Bersih–bersih sambil menonton televisi adalah kebiasaannya.
Di televisi sedang menayangkan berita malam–
“Berita terbaru, pukul 2.30 dini hari, di Tepi Pantai Baron terjadi sebuah penembakan.““Tersangka adalah seorang pencuri, ia diduga mencuri Chip penelitian terbaru Grup Sky Well. Saat ini sudah ditangkap polisi!““Sebelum tertangkap, tersangka membuang Chipnya ke laut. Saat ini, pihak Grup Sky Well dan polisi bekerja sama mencari Chip...”
Mendengar berita ini, Bibi Juni buru–buru mengambil sapu ke arah televisi.
Tracy juga membuka mata lebar-lebar, membesarkan suara televisi, dan dengan teliti
memandangi televisi.
Di layar, seorang berpakaian hitam ditangkap polisi dan digiring ke mobil.
Sebelum pintu mobil tertutup, orang berpakaian hitam itu tersenyum dengan niat jahat, samar samar berkata: “Cari lah pelan–pelan, jika berhasil mendapatkannya, anggap saja aku kalah.”