Bab 2291
Bab 2291
Bab 2291 Berharap Demikian
Ketika Dewi terbangun, dia sudah berada di dalam pesawat.
Dia tercengang sesaat, lalu tersadar dan segera mencari Paman Joshua.
Brandon berkata dengan lemah, “Paman Joshua meminta kita untuk kembali ke Swedoland dulu. Dia akan kembali setelah membalaskan dendam Bibi Lauren.”
“Konyol.” Dewi sangat marah. “Paman Joshua hanya sendirian, bagaimana balas dendam? Dia berada dalam bahaya!”
“Kalau kamu juga ikut ke sana juga berbahaya,” kata Brandon dengan sedih sambil menatapnya. “Sekarang tubuhmu sangat lemah, juga tidak bisa membantu apa pun….”
“Setidaknya lebih baik dibandingkan dia sendirian.” Dewi hampir meledak karena emosi.
“Bibi Lauren menggunakan nyawanya untuk melindungimu. Kalau terjadi sesuatu denganmu, maka pengorbanan Bibi Lauren akan sia–sia.” Brandon langsung jadi serius, “Paman Joshua sudah bersusah payah, harusnya kamu menurutinya.”
Saat mendengar perkataan ini, air mata Dewi langsung mengalir. Dia yang biasanya optimis dan ceria, sekarang berubah jadi suka menangis…..
“Meskipun kamu tidak memikirkan diri sendiri, kamu harus memikirkan anak–anak di panti asuhan. Apa yang akan mereka lakukan kalau sesuatu terjadi padamu?”
Brandon menyeka air matanya.
“Aku tidak bisa menghasilkan banyak uang untuk menafkahi mereka. Kamu tega melihat anak- anak itu hidup di jalanan? Kalau mereka sampai ditindas, siapa yang akan melindungi mereka? Kamu sudah pernah berjanji akan selamanya jadi malaikat mereka, melindungi mereka, menjaga mereka sampai mereka jadi dewasa ….”
“Tapi aku tidak bisa membiarkan Paman Joshua terjadi masalah, tidak boleh.” Dewi menangis sambil menggelengkan kepala. “Bibi Lauren sudah mati karenaku. Kalau terjadi sesuatu lagi pada Paman Joshua, seumur hidupku, aku tidak akan mengampuni diriku sendiri.”
Setelah mendengar perkataannya, Brandon terdiam. Beberapa tahun ini, Paman Joshua menjaga mereka bagai seorang ayah. Dia dan Bibi Lauren adalah kerabat terdekatnya di dunia ini. Dia juga tidak ingin ada masalah pada Paman Joshua ….
“Oh ya. Brandon seperti teringat sesuatu. “Saat kami pergi mencarimu, Paman Joshua dapat kabar Lorenzo mungkin sudah kembali ke Kota Snowy. Sekarang kondisinya akan menguntungkannya.”
“Benarkah?”
Saat Dewi mendengarnya, harapan tumbuh di hatinya. Dia melihat waktu, masih ada enam jam
untuk tiba di Swedoland….
Hanya dalam waktu enam jam, mungkin Paman Joshua sudah bergerak.
Saat itu, mungkin segalanya akan terlambat.
Tidak….
Dewi mendadak teringat sesuatu, lalu bertanya, “Oh ya, kalian membuatku pingsan. Bagaimana cara kalian melewati Pos Pemeriksaan?”
“Paman Joshua menyuap seorang anggota staf untuk meloloskan kita,” Brandon berbisik di telinganya.
“Mustahil.” Dewi menggelengkan kepala. “Sejak Lorenzo terjadi masalah, Presiden memperkuat pemeriksaan keamanan keluar dan masuk. Seluruh bandara penuh dengan orang–orang dari Departemen Militer. Paman Joshua mendadak menyuap orang, sama sekali tidak mungkin bisa menyuap orang di bagian Pos Pemeriksaan. Kecuali…”
“Kecuali apa?” Brandon bertanya dengan rasa ingin tahu.
“Waktu kalian naik dan turun gunung, apa kalian tidak menyadari kalian diikuti?” tanya Dewi.
“Paman Joshua sepertinya memang bilang ada orang yang mengikuti kami,” kata Brandon sambil mengingat. “Saat itu aku panik dan bertanya harus bagaimana. Paman bilang, orang itu tidak ada niat jahat, tenang saja. Jadi kami tidak membahasnya lagi.”
“Sepertinya orang–orangnya.” Dewi menghela napas lega. “Berarti, Lorenzo memang sudah kembali dan mengutus orang mengikuti kalian. Dia tahu kalian mau membawaku pulang ke Swedoland juga tidak menghalangi, hanya diam–diam membantu….” NôvelDrama.Org holds text © rights.
Dewi melirik orang–orang di pesawat. Dia merasa di dalamnya ada orang dari Keluarga Moore. Berarti Lorenzo sudah menyetujuinya kembali ke Swedoland.
Jadi, dia seharusnya juga tahu masalah Paman Joshua yang akan membunuh Presiden.
Dia seharusnya bisa menghentikan atau melindungi Paman Joshua, bukan?
“Kalau kamu bilang begitu, sepertinya mungkin.” Brandon baru tersadar, “Lorenzo seharusnya tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada Paman Joshua. Tenanglah, kita coba hubungi Paman Joshua lagi saat turun dari pesawat.”
“Ya.” Perasaan Dewi seperti naik dan turun. Sekarang dia hanya bisa berharap demikian….