Bab 2285
Bab 2285
Bab 2285 Tidak Peduli Hidup dan Mati
Pesan teks itu berasal dari sebuah nomor anonim, dia tidak tahu siapa yang mengirimnya. Namun, suasana hati Presiden yang semula tenang, tampak mulai gelisah…..
Orang yang bisa menculik istri dan putrinya dari Istana Presiden yang dijaga dengan ketat, pasti bukan orang biasa.
Para penculik ini sepertinya bisa melihat pergerakan Presiden, baik yang dia lakukan, maupun yang dia katakan.
Lagi pula, konferensi pers ini bukanlah siaran yang berlangsung secara Live, melainkan siaran
rekaman.
Semua siaran yang saat ini terjadi, baru akan dirilis setelah ditinjau bagian Sekretariat Presiden terlebih dahulu.
Selain para staf yang hadir di sini, satu–satunya pihak yang mengetahui apa yang Presiden katakan adalah para wartawan ini.
Siapa sebenarnya orang ini?
Apa tujuan mereka?
“Pak Presiden, apa Ibu Negara dan Nona Tamara benar–benar diculik?”
“Pak Presiden, menurut Anda siapa yang menculik mereka?”
“Pak Presiden, apa pendapat Anda tentang berita penculikan keluarga Anda? Apa menurut Anda ada seseorang yang sengaja menargetkan Anda?”
“Pak Presiden ….”
Wartawan di bagian bawah bertanya tanpa henti.
Presiden masih menatap ponsel dengan ekspresi gelisah.
“Pak Presiden, konferensi pers ini adalah kesempatan yang sangat bagus untuk menarik simpati publik. Kalau Anda tidak mengambil kesempatan ini untuk mengklarifikasi rumor penculikan tersebut, takutnya kelak opini publik akan semakin kacau,” ujar salah satu wartawan.
Namun, sekarang istri dan putrinya telah diculik. Perkataan wartawan itu kelihatan sekali untuk mengancamnya. Jika dia masih mau lanjut berbicara dan membuat marah para penculik itu, istri dan putrinya akan berada dalam bahaya.
Namun, jika tidak bicara, berarti tidak hanya kehilangan kesempatan ini. Takutnya dunia luar akan melabelinya berbuat salah dan takut ketahuan…..
“Pak Presiden….”
Bab 2285 Tidak Peduli Hidu… Nôvel(D)ra/ma.Org exclusive © material.
10 mutiara
Para wartawan itu masih terus mengajukan berbagai pertanyaan. Cahaya menyilaukan dari lampu kamera yang tak terhitung jumlahnya terus membombardir Presiden.
Keterkejutan di mata Presiden berangsur–angsur menghilang. Dia kemudian mengangkat kepalanya dengan pelan, sorot matanya tampak tegas dan marah, “Ya, istri dan putriku memang diculik. Aku curiga, penculiknya adalah orang yang akhir–akhir ini membuat opini publik untuk memfitnahku.”
Sambil berkata, dia mengeluarkan ponsel dan memperlihatkan pesan teks itu pada para
wartawan. “Di saat bersamaan aku berjalan kemari, aku mendapatkan pesan teks ini. Mereka ingin menghalangiku menjelaskan faktanya….”
“Sebenarnya faktanya apa, Pak Presiden?”
Para wartawan itu makin bersemangat. Ini adalah sebuah berita besar. Jika disiarkan, pasti akan mengundang banyak perhatian.
“Sebenarnya siapa penculik yang bisa menerobos perlindungan ketat Istana Presiden dan menculik Ibu Negara dan Nona Tamara?”
Masih ada beberapa wartawan yang mengajukan pertanyaan.
“Mereka pasti bukan orang biasa, “kan?”
“Tentu saja,” kata Presiden dengan emosi. “Orang yang bisa membuat begitu banyak opini publik untuk menindasku, serta menculik istri dan putriku jelas bukan orang biasa. Aku hanya ingin jadi seorang Presiden yang melayani publik. Aku tidak tahu sampai menghalangi jalan siapa. Kenapa orang itu mau mencelakaiku….”
“Aku tahu, kalau sekarang aku mengatakan masalah ini, pasti akan membahayakan istri dan putriku, tapi sebagai seorang Presiden, aku tidak hanya bertanggung jawab atas reputasiku sendiri, juga seluruh nasib Negara Emron. Meskipun harus menggunakan nyawa istri dan putriku, aku juga harus mengklarifikasi faktanya….”
Perkataan ini penuh dengan amarah, juga terdengar penuh dengan kesedihan dan rendah diri.
Pernyataan Presiden tersebut langsung menarik sejumlah simpati publik yang tak terhitung jumlahnya.
Rasanya ucapan Presiden seperti orang jujur yang sedang tertindas. Dia tidak dapat menolak ancaman si penculik dan sekarang dia sedang meminta bantuan semua orang
Para wartawan itu mulai mengungkapkan kemarahan mereka dan menunjukkan simpati terhadap Presiden. Mereka mulai bertanya tentang situasi spesifiknya, bahkan ada yang berspekulasi Lorenzo Moore sengaja menyudutkannya untuk merebut posisi Presiden.
Begitu pernyataan ini keluar, banyak wartawan ikut mengiyakannya..
Untuk sesaat, opini publik sekarang terimbas balik.
Presiden menyaksikan semua ini dengan puas, dia tahu situasinya sudah mulai berbalik dan menguntungkannya ….
Di saat bersamaan.
Di sebuah gudang yang terbengkalai, Nyonya Presiden tercengang saat menonton siaran itu melalui sebuah komputer….
Dia tahu suaminya adalah orang yang mementingkan kekuasaan dan status di atas segalanya. Tidak tahu, demi hal ini, dia malah tidak memedulikan hidup dan mati dirinya dan putrinya.