Bab 155
Bab 155
Bab 155 Pengakuan
Vivin merasa sangat malu sehingga dia tidak bisa berkata apapun.
Vivin baru saja menyadari kalau Finno benar-benar serigala berbulu domba. Meskipun Finno adalah pria terhormat, tapi dia sebenarnya pria brengsek yang tidak sabar untuk mengambil kesempatannya!
Merasa terlalu malu untuk menjawab pertanyaan Finno, Vivin akhirnya dia hanya bisa diam saja. Content © provided by NôvelDrama.Org.
Namun, Finno tidak akan membiarkan Vivin pergi dengan begitu saja. Mengangkat dagu Vivin untuk langsung menatap ke matanya, Finno mendesak dengan suara rendah, “Jawab aku, Vivin.”
Rona merah muncul di kedua pipi Vivin. Dia mengalihkan pandangannya dari Finno dan mendengus, tergantung dari suasana hatiku.”
Finno tertegun.
Meskipun Vivin menjawab dengan jawaban yang samar-samar, tapi bagi Finno itu sudah merupakan jawaban terbaik yang bisa dia dapatkan, melihat betapa pemalu dan pendiamnya Vivin.
Dengan sangat gembira, Finno menarik Vivin kedalam pelukkannya dan memeluknya erat sambil berkata dengan lembut “Baiklah, dengan begitu aku akan menjamin memberikanmu pelayanan yang sangat memuaskan mulai sekarang!”
Wajah Vivin langsung memerah.
Pada saat yang bersamaan Vivin bisa merasakan gelombang kebahagian memenuhi seluruh. relung hatinya.
Akhirnya…
Vivin mampu melupakan pengalaman traumatis yang dialamin dua tahun lalu.
Ada saat-saat dimana Vivin berpikir kalau dia tidak akan pernah bisa menikah dan memiliki anak seperti wanita pada umumnya. Bahkan Vivin tidak menyangka pada akahirnya dia akan bertemu. dengan seorang pria yang mampu membantunya melupakan traumanya.
Meskipun Vivin tidak tahu siapa bajingan yang telah membiusnya semalam, Vivin justru merasa berterima kasih padanya.
Merasakan kehangatan tubuh Finno dan detak jantungnya yang kuat, Vivin mau tidak mau melingkarkan lengannya di pinggang ramping Finno. Dengan suara lembut, Vivin mengaku, “Finno, kurasa aku telah jatuh cinta padamu.”
Sejujurnya, Vivin justru sudah menyadari perasaannya untuk Finno jauh sebelum ini.
Namun, Vivin lebih memilih untuk menyembunyikkan perasaannya sendiri, dia berpikir kalau
perasaannya saat itu tidak mungkin berbalas.
Setelah mereka melewati suka dan duka bersama, Vivin akhirnya menyadari perasaan Finno padanya.
Itulah alasan Vivin akhirnya memutuskan untuk memberikan kesempatan untuk mereka berdua.
Finno terkejut dengan ungkapan perasaan Vivin yang sangat tiba-tiba. Finno terdiam sesaat. sebelum akhinya memeluk Vivin dengan sangat erat seolah-olah Finno ingin meleburkan tubuh mereka berdua menjadi satu.
“Aku juga mencintaimu.” Nada suara Finno sangat lembut sehingga sama sekali tidak terdengar seperti suaranya yang biasa. “Selain itu, aku sangat yakin kalau akulah yang jatuh cinta terlebih dahaulu
padamu.”
Vivin tertegun mendengarnya. Sebelum Vivin bisa memahami apa yang Finno katakan, tiba-tiba saja Finno menunduk dan mencium bibir Vivin dan menghilangkan keraguan dari benak Vivin.
Setelah ciuman yang penuh dengan gairah, Finno melepaskannya dengan senyuman tipis di wajahnya. “Vivin, bagaimana kalau kita lakukan sekali lagi, tapi kali ini tanpa pengaruh dari obat?”
Sebelum Vivin menyadarinya, bibir Finno sudah mengulum bibir Vivin dengan keras lagi.
Seperti itulah, pertanyaan di benak Vivin terjawab sudah dengan tindakkan Finno.
Pada hari-hari berikutnya, Vivin akan selalu menyalahkan dirinya sendiri karena begitu mudah jatuh pada tipu daya Finno setiap kali Vivin terbangun dengan perasaan lelah dan pegal disekujur tubuhnya.
Sementara itu dikamar lain di hotel yang sama, Fabian berjuang untuk membuka matanya karena kepalanya terasa sangat berat. perlahan, sebuah gambaran tentang kejadian tadi malam mulai beputar-putar di dalam benaknya.
Fabian ingat dia bersenang-senang di klub semnalam, dan Fabian terlalu banyak minum. Itu tidak seperti dirinya yang biasa, toleransi alkoholnya sangat rendah sehingga dia cepat merasa mabuk. Selain itu, dia juga merasa ada yang aneh pada tubuhnya, Fabian merasa tubuhnya sangat panas seolah-olah sekujur tubuhnya terbakar.
Melalui ingatannya yang samar-samar, Fabian bisa meilhat kalau Vivin terhuyung-huyung keluar dari klub. Karena Fabian khawatir tentang keselamatannya, dia berusaha keras untuk berdiri sebelum mengikutinya keluar. Di pertengahan jalan, Fabian merasakan seseorang menahannya agar dia tidak jatuh. Itulah terakhir kalinya dia melihat Vivin.
Saat Fabian mencoba mengingat apa yang terjadi padanya malam sebelumnya selagi dia berbaring di tempat tidur, seorang wanita mengulurkan lengannya dan membelai rambutnya dengan lembut.
Kaget dengan tindakan wanita itu yang tiba-tiba, Fabian berbalik dan melihat Alin. Wanita yang tanpa busana disebelahnya itu menatapnya dengan penuh kasih sayang dan genit.
Fabian segera mengerti apa yang terjadi pada malam itu, dilihat dari kondisi mereka saat ini dan pakaian mereka yang berserakan dilantai
Gelombang keputusasaan langsung menghantam dirinya saat itu juga.
Bagaimana ini bisa terjadi? Aku sudah berjanji untuk tidak menyentuh Alin lagi. Kenapa ini bisa terjadi lagi…
Pada saat itu juga, Alin mulai melingkarkan anggota tubuhnya di sekitar tubuh Fabian seperti ular. Menyandarkan berat tubuhnya pada Fabian, Alin menatapa lekat mata Fabian dengan penuh nafsu dan gairah.
Sejujurnya. Alin tidak ada lawannya dalam merayu pria. Saat sentuhannya perlahan mulai membuat tubuh Fabian terasa panas, Fabian hampir menyerah pada godaannya karena dia masih sedikit mabuk