Ruang Untukmu

Bad 91



Bad 91

Bab 91

Ditempat lain, Tanya sedang terbaring tidak sadarkan diri ali bangku belakang, mobil van. Saat ilu, rambutnya terjuntai Wut-IWULANT, clan lilur wainda polonnya terlihat begitu lemah, tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Dua laki-laki di dalam mobil resah berkeringat kurena tidak icrampil melakukan apa yang diinginkan lclen meskipun mendapat wang clarinyit

“Dia tidak akan saclar, bukan? Apakah obat tidurnya cukup manjur?”

“Aku juga tidak tahu. Aku hanya memberi dosis sesuai yang ada di buku. Jika terlalu kuat, berarti dia akan lctap pingsan lebih lama lagi.”

Sesampainya di hotel, mereka berdua memakai topi dan membopong Tasya ke dalam lift. Ketika sampai di kamar mewah presidensial, Alisa, yang sudah ada di sana, membuka pintu untuk mereka. Meskipun tahu bahwa Tasya discret masuk ke dalam, ia lctap bersikap icnang.

“Baringkan dia, lalu kasih dia minum dari gclas yang ada di mcja.”

Setelah dibaringkan di ranjang, Tasya dipaksa menclan setengah gelas air yang sudah dibubuhi obat perangsang. Sesaat seiclahnya, Alisa tertawa dingin sambil menatap Tasya. Inilah yang kamu dapatkan karena inencoba merebut uang ilu dariku.

Kedua laki-laki itu bergegas pergi sciclah membaringkan Tasya, tak lama kemudian Alisa menyusul. Kurasa Benny akan tiba di kamar itu tak lama lagi.

Sesuai perkiraan, Benny dengan cepat masuk ke kamar sctclah memindai kartu kamarnya. Saat udak menemukan Alisa, ia segera meneleponnyal.

“Hei, Alisa, di mana karnu?” tanya Benny dengan nada suara tidak senang seinbari duduk di atas

sofa All rights © NôvelDrama.Org.

“Maafkan aku, Pak Ketua Masri! Aku harus segera pergi karena ada urusan mendadak, tetapi icinanku masih ada di sana. Apakah bapak sudah melihatnya? Dia mabuk, jadi bapak harus menemaninya!”

Sciclah mendengarnya, Benny langsung berdiri dari sofa, lalu masuk ke kamar tidur utama dan mencinukan seorang perempuan dengan tubuh ramping dan berliku berbaring di atas tempat lidur berwarna putih. Saat inclihat wajahnya, ia sangat terpana,

Benny tidak menyangka melihat sosok perempuan yang lebih cantik dan lebih seksi daripada Alisa di atas tempat lidurnya. Sebagai laki-laki yang menyimpang secara seksual dan nekad, Benny merasa senang karena akhirnya ia bisa berbuat sesuatu malam itu,

“Alisa, untuk selanjutnya sebaiknya kamu tidak ingkar janji lagi padaku. Apakah temanmu ini seseorang yang mudah diajak bekerja sama?”

“Jangan khawatir! Lakukan saja sesukamu. Aku pastikan bahwa tidak akan ada masalah.” Alisa meyakinkannya.

“Dengan senang hati, kalau begitu.” Benny terengah-engah tidak sabar.

Di saat bersamaan, Alisa, yang sudah berada di dalam mobilnya, menghubungi Helen. “Nona Helen, aku sudah menyuruh orangmu untuk membaringkan Tasya di tempat tidur, dan Benny juga sudah ada di kamar hotel saat ini.”

“Bagus sekali. Setelah malam ini, Tasya akan hancur,” ucap Helen sambil terkikik

“Apakah kamu yakin Tasya tidak akan mempermasalahkan kita nantinya?”

Helen tertawa sinis. “Ia tidak akan berani. Lagipula, karena harus selalu memikirkan keselamatan anaknya, dia tentu memilih untuk menghadapi penghinaan ini.”

Selain itu, ini bukan lagi kali pertama ia dilecehkan oleh laki-laki.

Sementara itu, Benny sedang mempermainkan alat bantu seks yang ia taruh di samping tempat tidur. Saat berfantasi, ia seringkali menyiksa perempuan yang ia tiduri.

Di saat yang sama, Tasya, yang masih dalam keadaan pusing, mendapatkan kembali kesadaran dirinya setelah merasakan hawa panas yang menyergap. Setelah membuka kelopak matanya perlahan, ia terperanjat melihat lampu gantung hotel yang sangat mewah di atasnya, lalu tiba tiba terbangun. Kemudian, ia melihat ke sekeliling dan mendapatkan seorang laki-laki tengah memainkan setumpuk alat bantu seks yang kelihatan menjijikkan yang ada di samping tempat

tidur.

“Siapa kamu?” tanya Tasya lemah.

Sebagai seorang residivis, Benny paham dengan pasti bahwa perempuan ini ditempatkan di hadapannya tanpa persetujuannya. Akan tetapi, ia tidak berniat untuk melepaskannya, karena situasinya sudah terlanjur seperti ini.

“Apa… Apa yang sudah kamu lakukan terhadapku?” Tasya merasa pusing, lalu memegang dahinya dan mencoba turun dari tempat tidur. Akan tetapi, kedua kakinya terasa lunglai dan seketika ia terjatuh ke lantai.

Setelah itu, Tasya akhirnya sampai pada kesadaran yang mengerikan bahwa ia sudah dijebak ketika menyadari tubuhnya melemah dan juga merasakan sensasi panas yang tidak asing di dalam tubuhnya.

“Hei, gadis cantik! Kenapa kamu begitu ketakutan? Aku berjanji akan berlaku baik padamu nanti,” ucap Benny sebelum mencoba memeluk Tasya.

“Jangan sentuh aku! Pergi sana! Berhenti menyentuhku…” Tasya mendorong laki-laki itu sekuat tenaga, lalu, sambil terhuyung-huyung, ke luar dari kamar utama dan berusaha mencari tasnya dan meminta bantuan.

Akan tetapi, Benny, yang berada di belakangnya, lau menyusul. Meskipun usianya sudah sekitar lima puluh-an, ia masih lebih kuat daripada Tasya karena ia seorang laki-laki. Meskipun begitu. respons lawan-atau-lari muncul seketika, terpicu ketika Tasya kembali ke kesadaran bahwa Benny tengah berusaha menyeretnya kembali masuk ke kamar.

Secara spontan, Tasya menggigit tangan Benny dengan keras dan berusaha menyeret tubuhnya yang tak bertenaga ke sofa untuk meraih tasnya. Akan tetapi, sambil menyeringai, Benny sudah menunggu Tasya di pintu depan kamar hotel ketika Tasya ingin melarikan diri dari sana.

“Kamu mau pergi ke mana, sayang? Kenapa kamu tidak membiarkanku memesraimu?”

Tasya merasa jijik saat mendengar perkataan Benny dan merasa seperti ingin memuntahkan makanan yang ia telan kemarin. Karena jalan untuk kabur terhalangi, Tasya membalik badan dan melihat kamar mandi, berlari masuk ke sana dan mengunci pintunya.

Benny langsung berlari menuju kamar mandi dan menggedor pintu. “Buka pintunya, sayang. Kamu tidak akan bisa kabur dariku malam ini.”

Bersamaan dengan itu, Tasya merogoh-rogoh tasnya dengan panik. Ketika menemukan ponselnya, orang pertama yang muncul di benaknya adalah Frans, tetapi saat ini ia masih menjaga Jodi, jadi dia memutuskan untuk menelepon Nigel. Namun, tidak ada yang mengangkat teleponnya meskipun tersambung.

Setelah itu, Tasya ketakutan setengah mati karena teriakan marah Benny dan gedoran di pintu terdengar tiada henti.

Tasya tahu bahwa ia bisa kembali pingsan kapan saja karena merasa tubuhnya begitu lemah tak bertenaga setelah menelan ramuan minuman itu, kemudian teringat satu orang lagi dan segera meraih ponsel dan menghubungi Elan.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.