Bad 76
Bad 76
Bab 76
Pada saat yang sama, Helen memaksakan beberapa air mata untuk keluar dari matanya dan berpura- pura menyekanya dengan tangan sampai mereka tiba di perumahan. Kemudian, dia menatap pria itu dengan penuh semangat dan bertanya, “Elan, apakah kamu ingin masuk ke dalam dan minum teh sebelum pergi?”
“Tidak, terima kasih. Ada rapat yang harus aku hadiri nanti.” Elan menolak wanita itu.
“Yah, itu tak akan lama bagimu untuk menikmati secangkir teh, ditambah lagi aku merasa sedikit kesepian berada di sini sendirian.”
“Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, kamu bisa mengundang keluargamu untuk tinggal bersama jika kamu merasa kesepian,” saran Elan.
“Aku sudah memberi tahu mereka tentang hal itu sebelumnya, tetapi mereka merasa kalau tak akan terbiasa untuk tinggal bersamaku di sini.” Reaksi dadakan dari Helen adalah berbohong karena dia tak akan pernah mau membagi semua yang dia miliki dengan keluarga yang dibencinya. Lagi pula, mereka tidaklah berguna selain hanya memberikan rasa sakit dan penderitaan ke dalam hidup Helen, yang cukup untuk menambah kebenciannya terhadap mereka.
“Bujuk mereka untuk menemanimu kalau begitu,” kata Elan. Dia kemudian melihat arlojinya dan melanjutkan, “Aku harus pergi sekarang.”
Meskipun tahu bahwa tak mungkin baginya untuk membuat Elan tetap tinggal, Helen tenggelam dalam senyuman menawan pria itu sebelum akhirnya dia mengumpulkan keberaniannya dan mencondongkan tubuhnya lebih dekat untuk memeluk dan menciumnya. Namun demikian, Elan selangkah lebih maju untuk menahan niat Helen dengan telapak tangannya sambil bisa merasakan
nafasnya yang hanya beberapa senti jauhnya. Kemudian, Elan memberikan tatapan yang tajam dan berkata, “Keluarlah dari mobil sekarang!”
Menghadapi penolakan dingin dari pria itu, Helen tak punya pilihan selain keluar dari mobil itu karena merasa malu. Saat dia melihat Elan pergi dengan wajah memerah, dia tak bisa tidak penasaran kenapa pria
itu sama sekali tidak memiliki hasrat birahi padanya.
Apakah dia sudah memiliki wanita lain di sisinya?
Helen mau tak mau mengingat tanda cupang di leher Elan tempo hari. Jika tanda merah itu bukan berasal dari Tasya, itu berarti tanda cupangan dari orang lain.
Di sisi lain, Tasya sedang menghilangkan kejenuhannya dengan membaca pesan teks di dalam taksi, lalu terkejut ketika dia melihat balasan pesannya kepada Nando karena dia tak ingat kalau pernah mengetik pesan itu sendiri. Tasya pun berusaha untuk mengingat apa yang terjadi sehari sebelumnya dan akhirnya dia ingat kalau saat itu dia sedang mandi sekitar jam 9.00 malam. Meskipun begitu, Tasya tak berpikir kalau putranya yang membalas pesan dari Nando, oleh karena itu kemungkinan lain adalah Elan yang menjadi satu-satunya tersangka untuk berpeluang melakukannta karena pria itu berada di apartemennya kemarin malam. Apakah itu perbuatannya? Ya, aku pikir mungkin saja Elan yang telah melakukannyal Sial! Beraninya dia mencampuri kehidupan pribadiku dan membalas pesan atas namaku?! Firasat Tasya mengatakan bahwa Elan lah yang mengirim SMS pada Nando di belakangnya. Namun, dia kemudian merasa lucu ketika membaca pengakuan dari Nando. Bagaimanapun juga, Tasya sudah terbiasa dengan pengakuannya karena pria itu sudah sering melakukan hal itu dengan penuh perasaan.
Sementara itu, Tasya sudah tiba di kantornya tepat waktu untuk menghadiri rapat yang diadakan oleh Felly untuk membahas persiapan pameran perhiasan yang akan diadakan minggu depan. Kebetulan
hasil karyu Têxt belongs to NôvelDrama.Org.
Alisa dan Tasya sama-sama masuk dalam nominasi, Felly berharap kalau keduanya bisa meraih penghargaan demi meningkatkan reputasi perusahaan. Namun, hal itu yang juga membuat Alisa dan Tasya menjadi pesaing dalam acara pameran perhiasan itu. Alisa tampak percaya diri dalam pertemuan itu, namun terlepas dari tatapan wanita itu yang menantang, Tasya tetap tidak merasa terganggu dan semakin bertekad karena hadiahnya yang menggiurkan.
Sementara Jewelia yang terletak di Timur, gedung kecil itu tampak dibayangi oleh sebuah bangunan yang tak lain adalah gedung perusahaan Grup Prapanca. Gedung itu tampak kokoh di antara naungan awan seperti pilar yang menjulang dari tanah hingga ke langit. Karena ketinggiannya, bangunan lain yang mengelilinginya tampak seperti pengikut yang patuh dan tunduk pada pemimpin mereka. Pada saat itu, Elan sedang duduk di kursinya pada ruang rapat Grup Prapanca, tampak seperti seorang raja yang berada di singgasananya. Meskipun demikian, hampir tak ada emosi yang terlihat di wajahnya yang tampan saat dia menatap kosong dalam lamunan meskipun penampilannya masih terlihat tegas.
“Pak Elan… Pak Elan?” Kepala departemen keuangan memanggil Elan karena dia membutuhkan persetujuannya dengan segera setelah menampilkan proposalnya.
ena
Dengan segera, Elan mengalihkan pandangannya dari titik lamunannya dan mengalihkan perhatiannya ke arah pria itu dengan tatapan yang dingin. “Tolong katakan lagi tentang hal itu padaku.”
Setelah mendengarnya, kepala departemen keuangan merasa terkejut sambil berdehem dengan cepat dan mengulangi presentasinya, tetapi untungnya, Elan bisa memperhatikannya kali ini.
Segera setelah pertemuan itu selesai, Elan berdiri di depan jendelanya dan mengarahkan pandangannya ke arah gedung Jewelia, sedang merasa putus asa karena pikirannya saat ini sangat
terganggu dengan Tasya. Berengsek! Ini adalah pertama kalinya aku kehilangan akal sehatku. Dengan segera, Elan melihat arlojinya dan berbalik ke telepon kantor sebelum memutar nomor. “Bersiaplah dan ikut aku ke Jewelią”
“Baik, Pak Elan.”
Di sisi lain, Tasya sudah menyelesaikan tugasnya untuk hari itu tepat setengah jam sebelum dia pulang kerja. Wanita itu sudah bersiap-siap untuk pergi dan menjemput putranya dari sekolah ketika dia mendengar ponselnya berdering. Lalu ia menjawabnya dan berkata, “Halo?”
“Datanglah ke kantorku.“ Terdengar suara yang memikat dari pria itu.
Ada apa, Pak Elan?” Nada bicara Tasya terdengar menviratkan keengganannya untuk bertemu dengan Elan.