Bad 61
Bad 61
Bab 61
Suasana hati Helen langsung hancur saat dia berpikir, Tasya semakin tidak tahu malu sekarang! Dia benar benar menggoda Elan bahkan di jam kerja siang-siang beginil Dia menggigit bibir bawahnya dan memutuskan untuk menjalankan rencananya.
Dia menghentikan kegiatan belanjanya, lalu bergegas kembali ke mobilnya dan mulai mengendarainya. Dia melihat jalanan rendah di samping tempat parkiran, dan tanpa berpikir panjang, dia langsung menginjak pedal gas dan membawa mobilnya menuju tempat itu. Hal itu membuat kepala Helen sampai terantuk roda setir.
Nyeri yang dirasakannya juga begitu parah sampai dia harus menghela nafas berkali-kali untuk meredakannya. Sekarang karena dia sudah menabrakkan mobilnya dan punya alasan untuk menangis, Helen menarik nafas dalam dan mengambil ponselnya sebelum menghubungi nomer Elan.
Pada saat itu, ponsel Elan, yang terhubung ke sistem mobil, berdering karena ada panggilan masuk, yang mana memecah keheningan di dalam kendaraan itu.
Nama Helen muncul di layar dasbor. Tasya sudah mulai merasa tidak nyaman, dan saat dia melihat nama itu, dia merasa semakin buruk.
Dia membuang muka dari layar itu; kelihatannya, namanya saja sudah sangat mengancam dirinya. Elan yang melihat itu merasa ragu, tapi dia tetap memutuskan untuk mengangkat panggilan itu. “Hei, Helen. Ada apa?”
“Mobilku tabrakan, Elan!” Jerit Helen dengan nada merengek. “Aku sangat takut. Kumohon, bantu aku, ya?” Dia mulai menangis dan merengek meminta tolong.
Gerakan mobil itu langsung berhenti perlahan karena Elan menginjak remnya. “Apa kamu terluka?”
“Kepalaku sakit, aku aku merasa sangat pusing. Elan, aku membutuhkanmu. Rasanya sakit sekali…” Helen mulai menangis sedih, Nôvel(D)ra/ma.Org exclusive © material.
Tentunya, hal itu membuat Elan ingin langsung pergi ke tempatnya berada. “Kirimkan aku alamatnya dan aku akan langsung ke sana.”
Disampingnya, Tasya mendengus saat mendengar suara Helen. Sudah lima tahun sejak kita terakhir bertemu, tapi harus kuakui kalau aktingnya memang benar-benar mengagumkan.
Sekarang. Elan sudah memutuskan panggilan itu dan nielihat alamat yang dikirim oleh Helen. Dia menoleh dan berkata pada Tasya dengan nada pelan, “Apa kamu keberatan kalau kita putar arah?”
Tasya hanya mengedikkan bahunya setengah hati. Dia berpikir mungkin dia bisa pergi dan melihat kerusakan yang dialami oleh Helen.
Elan melajukan mobilnya menuju sebuah mall terbesar di pusat kota dan pergi ke lantai tiga parkiran bawa tanah. Mobil Porsche Helen masih berada dimana dia menabrak tembok, sementara pemiliknya terduduk di samping mobil itu, kelihatannya masih mencoba meredakan pusing di kepalanya. Tapi, dia tidak terlihat terkejut sama sekali saat melihat Tasya juga ikut. ‘
Sontak, dia langsung bergelayut manja di lengan Elan seperti anak burung. “Kamu akhirnya datang. Elan.”
Aku pikir kepalanya akan bocor dan berdarah karena tabrakan itu, tapi gerakannya masih selincah biasanya.
Sayang sekali yang rusak hanya mobilnya saja, pikir Tasya dongkol.
“Apa yang kamu lakukan disini, Tasya?” Tanya Helen, berpura-pura terkejut seraya memeluk pinggang Elan semakin erat.
Tasya menyipitkan matanya dan menunjuk wanita itu sambil mengejek, “Sebagai seorang pengendara wanita, aku malu memberitahumu hal ini, Helen. Apa kamu mendapatkan SIM-mu dengan menyuap atau apa?”
Helen menggigit bibirnya sambil menatap ke arah Tasya dengan tatapan mata tajam sebelum dia menuntut, “Kenapa kamu kasar sekali, Tasya?”
“Oh, aku kasar, begitukah? Aku pikir kaki atau tanganmu akan patah karena tabrakan itu. Kenyataannya, aku akan menyalakan kembang api untuk merayakan acara berbahagia karena kecelakaan fatalmu itu!” Ejek Tasya.
Mendengar hal itu, Elan mengerutkan alisnya dan menatap wanita itu sejenak, seolah mengatakan kalau dia sudah mengatakan hal yang senonoh.
“Tasya, kamu…” Mata Helen memerah saat itu, dan dia terlihat seperti orang yang akan oleng. Dengan sebuah tangan yang menempel di dahinya, dia bergelayut pada lengan Elan.
Terkejut dengan refleks cepat itu, Elan menjauhkan dirinya dari Helen dan memperhatikannya sebelum bertanya dengan khawatir, “Ada apa, Helen?”
“Dia hanya berpura-pura saja! Dia baik-baik saja,” seru Tasya dengan sinis, dengan cepat tahu itu semua hanya kepura-puraan Helen.
Elan berkata dengan nada serius, “Apa kamu bisa diam sebentar?”
Tasya menggigit bagian dalam pipinya. Karena dia tidak mau tetap tinggal dan melihat perhatian Elan pada Helen, dia memutar matanya jenuh dan berkata, “Aku akan pergi kalau begitu.”
“Tidak, jangan pergi,” panggil Elan, menghentikan langkahnya.
Tasya berbalik dan menatap pria itu lama. Apa, apa kamu sebenarnya masih punya waktu untuk membawaku bertemu dengan nenekmu?
Elan menunduk menatap Helen dan berkata, “Helen, Roy sedang dalam perjalanan ke sini. Aku akan memintanya untuk mengantarmu ke rumah sakit agat kamu bisa diperiksa secara keseluruhan, oke? Jika dokter bilang kamu baik-baik saja, pulanglah ke rumah dan beristirahatlah.”