Bad 58
Bad 58
Bab 58
Untuk bocah sekecil dirinya yang ditinggalkan di tengah keramaian, Jodi bisa saja diculik oleh orang jahat yang bekerja dalam sebuah sindikat dan tidak akan ada orang yang menyadarinya.
Taman bermain tidaklah terlalu jauh dari sini. Elan mengendarai mobilnya ke sana dan keluar dari tempat parkiran. Saat ini, tidak banyak orang di taman bermain dan hanya Frans yang sedang berdiri di sana, sedang menunggu dengan ditemani oleh Pingkan dan Elsa. Saat Elsa tahu kalau Jodi sudah ditemukan, sikapnya seolah-olah mengelak jika dirinya terlibat dalam insiden hilangnya Jodi.
Mobil misterius itu berkilau di bawah sinar lampu saat mesinnya tiba-tiba berhenti. Lalu, pintu mobil itu tiba tiba terbuka dan menampilkan Tasya yang keluar sambil menggendong Jodi. Frans langsung bergegas ke arah mereka dan langsung mendekap Jodi di dadanya, air matanya langsung mengalir karena dia merasa sangat bersalah. “Oh, Cucuku tersayang. Kamu membuatku takut!”
Namun, di tengah acara berbahagia itu, tatapan membunuh Tasya terus tertuju pada Elsa. Emosi yang sudah meledak di dalam dirinya memaksa untuk dikeluarkan; jika tidak, dirinya rasanya akan terbakar saja.
Melihat raut wajah berbahaya Tasya, Elsa dengan waspada memundurkan langkahnya dan bertanya, “Kenapa kamu melihatku seperti itu, Tasya?”
Saat itulah dia melihat betapa khawatir dan mengelaknya Elsa sampai kemarahan di dalam diri Tasya semakin meningkat. Dia mengangkat tangannya dan mengayunkannya dengan keras ke wajah Elsa, bunyi tamparan itu beradu dengan angin sepoi-sepoi sore itu.
“Ow!” Jerit Elsa, matanya melotot marah. “Kamu baru saja menamparku! Kamu sudah gila, Tasya!” Dia berlari ke belakang Pingkan untuk meminta perlindungan sambil merengek, “Ibu, dia baru saja menamparku!”
Pingkan spontan memeluk putrinya sebelum menoleh ke arah Tasya dan membentaknya, “Beraninya kamu menampar putriku, Tasya!”
“Jika kamu tidak bisa menjaga anakku, Elsa, maka jangan lakukan itu! Jangan kira aku tidak tahu apa yang kamu rencanakan,” ucap Tasya sambil menatap Elsa marah terus-menerus.
“Dasar wanita gilal Apa kamu punya bukti kalau Elsa sengaja menghilangkan putramu?” balas Pingkan dengan tegas, mencoba melindungi putrinya.
Frans tahu kalau dia-lah yang memiliki tanggung jawab paling besar di sini, jadi dia kemudian mendekati para wanita itu dan menginterupsi mereka dengan suara terluka, “Tasya, ini semua salahku. Jangan salahkan Elsa.”
Dengan amarah yang semakin memuncak, Tasya terus menatap Elsa dan dia memperingatinya dengan tegas, “Menjauh dari putraku! Jika kamu mendekatinya atau mencoba untuk menyakitinya, aku akan langsung membunuhmu di tempat!”
“Jangan asal tuduh, Tasya,” balas Elsa, menolak untuk mengakui kejahatannya.
Hati Frans berkecamuk saat melihat kedua putrinya saling berseteru. Dia menatap Tasya dan membujuknya, “Tasya, ini salahku. Benar-benar salahku. Aku janji tidak akan membiarkan Jodi menghilang dari pandanganku lagi.”
Jodi, di sisi lain, mengerucutkan bibirnya. “Mama, jangan marah. Aku harusnya bisa mencari jalan sendiri.” Content held by NôvelDrama.Org.
Emosi Tasya langsung melunak saat mendengar suara Jodi. Yang terpenting adalah putranya bisa kembali dengan selamat, jadi dia mencoba menahan emosinya dan berbalik untuk menurunkan Jodi dari gendongan Frans. “Ayah, terima kasih atas bantuanmu malam ni. Aku yakin kalau Jodi pasti juga
sangat terkejut. Aku akan membawanya pulang sekarang dan Ayah juga harus kembali dan beristirahatlah sejenak.”
Setelah mengatakn itu, Tasya memberikan tatapan sekilas pada Elan dan berjalan kembali menuju mobilnya.
Sementara itu, Elsa terus menatap Tasya dan saat itulah dia menyadari pria di sampingnya. Matanya terbelalak kaget saat dia melihat jelas wajah pria itu lewat pancaran lampu. Kenapa pria ini mirip dengan putra Tasya? Apa mungkin dia ayahnya?
Saat Elsa mencoba menatapnya pria itu lagi untuk yang kedua kalinya, pria itu sudah membelakanginya dan yang bisa dilihatnya hanyalah bayangan punggungnya yang sulit dia cermati.
Saat mobil Elan menjauh, Frans menghela nafas lega dan berkata pada Pingkan dan Elsa, “Ayo, kita pulang.”
Dia tidak bisa menyalahkan Elsa atas apa yang terjadi pada Jodi. Bagaimanapun, dia tidak punya pengalaman sama sekali dalam mengurus anak atau apapun, dan saat dia lengah, bukan berarti semua itu salahnya.
Pingkan, bagaimanapun, tetap saja marah karena putrinya harus menjadi sasaran amarah Tasya. Dia tidak melakukan kesalahan apapun, jadi kenapa dia harus ditampar?
Namun, hanya Elsa yang tahu jelas kalau dia memang dari awal berniat membuang Jodi di tempat ramai seperti itu. Kenyataannya, dia sangat berharap kalau anak itu akan diculik. Sayangnya, takdir menentangnya, karena anak itu malah kembali dengan selamat. Yang lebih penting, dia ingin mengetahui siapa pria misterius itu. Dia hanya perlu menatapnya sekali untuk bisa mengetahui kalau pria itu termasuk pria kalangan atas, dan dia tidak sebanding dengan Joe.
Sementara itu, Elan sudah mengehentikan mobilnya di luar barisan apartemen dimana Tasya tinggal. Saat dia melihat ada apotik di dekat tempat itu, dia langsung menuju kesana, meninggalkan Tasya yang hanya tercengang menatapnya sambil menggendong Jodi.
Tak lama setelah itu, Elan kembali sambil menentang sebuah kantong plastik berisi sesuatu.
Karena merasa sangat bersyukur akan bantuannya sore tadi, Tasya berkata, “Terima kasih banyak atas apa yang sudah Anda lakukan malam ini, Pak Elan. Ini sudah tengah malam, dan Anda sepertinya harus kembali.”
Elan menatap dirinya dan menawarkan diri, “Aku akan menemanimu sampai ke apartemenmu.”
Tasya membalikkan langkah kakinya dan melangkah menuju lift bersama Elan. Mereka terus berjalan menuju ke lantai atas, dan sampai tiba di apartemennya, dia membukakan pintu dan menyalakan lampu. Bocah lelaki itu pindah ke atas sofa dan duduk di atasnya, terlihat bak anak anjing yang menunggu untuk diomeli.
“Mama, aku salah. Tolong jangan marah lagi.”
“Aku tidak marah, hanya…. bingung saja. Aku sangat bingung sampai aku kehilangan kontrol,” ungkapnya. Dia tahu kalau putranya sudah melihat perselisihan sengit antara dirinya dan Elsa.
Tiba-tiba saja, Elan meraih pergelangan tangan Tasya dan membawanya duduk ke atas sofa. Dia langsung menjauh darinya, namun sebelum dia bisa bertanya, pria itu sudah meringkuk di depannya. Tangan besarnya menggenggam betis kirinya, dan saat itulah dia menyadari luka darah yang berukuran sekitar dua seati di kakinya.