Bab 692
Bab 692 Ternyata Memang Benar Ardika yang Tak Terkalahkan Begitu mendengar suara dingin itu, Sam mengerutkan keningnya.
“Louis, siapa yang berada di luar?!” tanyanya dengan suara dalam.
Namun, Louis tidak menjawab pertanyaan ayahnya.
“Kamu mau mematahkan tangan dan kakiku?” tanya orang itu sekali lagi dengan dingin.
“Eh…
itu… Aku… aku hanya bercanda…” kata Louis dengan terbata–bata, bahkan nada bicaranya terdengar seperti orang terisak.
Pada akhirnya, Sam menyadari ada yang tidak beres. Dia segera meletakkan cangkirnya dan mengalihkan pandangannya ke arah pintu.
Louis tampak berdiri membelakangi ayahnya.
Dia mengangkat kedua tangannya dan melangkah mundur dengan sangat berhati–hati.
Detik berikutnya, Sam langsung tersentak.
Kelopak matanya mulai melompat tanpa henti.
Saat ini, Louis melangkah mundur dengan ditodong oleh sebuah pistol!
Sambil menodong Louis, Thomas melangkah selangkah demi selangkah menuju ke dalam vila
tersebut.
Sementara itu, Ardika dan Tina mengikutinya dari belakang dalam diam.
Di belakang mereka, ada anggota Korps Armor Besi ke–1 bersenjata lengkap!
Dalam situasi seperti ini, Louis tidak bisa menenangkan dirinya lagi.
Dia segera berdiri dan berjalan ke tengah ruangan.
Setelah mengamati sekeliling sejenak, dia mendapati semua pengawal vilanya sudah ditahan. Darah tampak mengalir dari kepala mereka, mereka semua sedang berjongkok di luar dengan patuh.
Kemudian, Sam mengalihkan pandangannya ke arah Thomas yang sedang menodong putranya dengan pistol.
Dilihat dari bintang di seragam Thomas, sangat jelas bahwa pangkatnya cukup tinggi!
Bahkan kapten Korps Armor Besi ke–1 juga mengikutinya dari belakang!
Tepat pada saat ini, dia sudah bisa menebak identitas Thomas,
Hati Sam mulai bergejolak.
Namun, dia tetap berusaha menenangkan dirinya. Dia menangkupkan tangannya dan berkata pada Thomas, “Ternyata Kapten Thomas yang datang, ya. Ada urusan apa, ya?”
“Dasar tua bangka, apa kamu sedang berpura–pura bodoh di hadapanku?”
Thomas menyimpan senjatanya, lalu berkata dengan dingin, “Kemarin, aku merebut Pak Farlin dari Keluarga Mahasura ibu kota, eh putramu malah meniru tindakanku. Pak Farlin melihatku tumbuh dewasa, jadi aku bisa bercanda seperti ini padanya. Apa kamu pikir putramu sama denganku?!” Content protected by Nôv/el(D)rama.Org.
“Bam!”
Selesai berbicara, dia langsung melayangkan tendangan pada Louis.
Louis mengerang kesakitan dengan suara teredam.
Melihat Thomas sudah menyimpan kembali pistolnya, Louis merasa sangat bersyukur.
Tadi, dia hampir saja mengira Thomas akan menembak mati dirinya di tempat pada saat itu juga!
‘Sial!‘ keluh Sam dalam hati. Dia buru–buru memberi penjelasan. “Kapten Thomas, putraku memang sudah bertindak gegabah, tapi aku sudah menegurnya dan memberinya pelajaran. Sesungguhnya, setelah Pak Farlin tiba di sini, aku selalu memperlakukannya dengan baik!”
“Pak Farlin, apa benar begitu?” tanya Ardika.
“Hmm, begitulah. Walau putranya berkata–kata kasar, mereka memang nggak main tangan,” kata Farlin dengan jujur.
“Maaf, siapa kamu?”
Sam menatap Ardika dengan terkejut.
Berani–beraninya pemuda itu menyela ucapan Thomas.
Namun, Thomas sama sekali tidak marah.
Sam merasa identitas pemuda itu pasti juga tidak biasa.
“Sam yang Tak Terkalahkan, bukankah kamu memintaku untuk tiba di Kota Serambi dan berlutut di hadapanmu sebelum jam makan malam?” kata Ardika dengan acuh tak acuh.
“Ternyata kamu!”
Sam terkejut bukan main.
Dia melirik Thomas yang hanya berdiri di belakang tanpa mengucapkan satu kata mengalihkan pandangannya kembali ke Ardika.
pun,
Jalu
Saat itu juga, ekspresinya langsung berubah menjadi pucat pasi.
‘Astaga! Ternyata dia benar–benar Ardika yang Tak Terkalahkan!‘
‘Dia adalah Dewa Perang Ardika!‘
“Brak!”
Sam langsung berlutut di tempat, lalu mengangkat lengannya dan mulai menampar dirinya sendiri.
“Aku benar–benar pantas mati! Seharusnya aku nggak menyinggung Tuan! Mulai hari ini, aku nggak akan menggunakan julukan Sam yang Tak Terkalahkan lagi!”
“Oh? Menurutku, julukan Sam yang Tak Terkalahkan ini cukup bagus. Kenapa kamu nggak mau menggunakannya lagi?” tanya Ardika dengan nada mempermainkan sambil tersenyum tipis.
Begitu mendengar ucapan Ardika, Sam ketakutan setengah mati.
“Aku bukan siapa–siapa! Aku nggak pantas menggunakan julukan seperti itu! Menggunakan julukan itu sama saja dengan nggak menghormati Tuan!” kata Sam dengan nada sangat ketakutan.
Ardika tertawa dan berkata dengan nada tidak peduli, “Nggak masalah. Kamu tetap gunakan julukan itu saja. Menurutku, julukan itu cukup bagus.”
“Berbeda denganku, aku ingin menggunakan julukan itu pun nggak bisa. Begitu aku menggunakan julukan itu, pasti ada orang yang mengatakan aku hanya menyebut–nyebut diriku sebagai Dewa Perang.
Selesai berbicara, dia melirik Tina yang selama ini selalu menganggap remeh dirinya.