Menantu Pahlawan Negara

Bab 524



Bab 524 Meninggalkan Benda Tertentu Sebelum Pergi

“Lupakan saja. Apa gunanya aku menginginkan nyawamu? Kamu masih harus memberi penghormatan

kepada sahabatku di hari peringatan kematiannya.”

Begitu mendengar ucapan Ardika, Simon baru merasa lega sepenuhnya.

Saat ini, Ardika berkata, “Aku sudah menetapkan satu peraturan. Kalau seseorang melakukan kesalahan

padaku, harus meninggalkan benda tertentu sebelum pergi.*

“Sebelumnya, si Gigi Emas juga pernah mengalami kejadian yang sama denganmu. Setelah seluruh aset

dan propertinya diserahkan kepada negara. Lalu, dia melakukan kesalahan lagi padaku, jadi aku

memintanya untuk mencabut dua gigi serinya sendiri.”

“Kamu juga harus meninggalkan benda tertentu sebelum pergi,” kata Ardika dengan acuh tak acuh.

Setelah berpikir sejenak, Simon segera merangkak ke arah pisau yang dilempar oleh Ardika. Kemudian,

dengan menggertakkan giginya, dia langsung mengarahkan pisau itu ke tangannya sendiri tanpa

mengucapkan sepatah kata pun.

“Ah!”

Dengan iringan teriakan histerisnya, dua buah jarinya yang berlumuran darah terjatuh ke lantai.

“Tuan Ardika, aku memotong dua jariku terlebih dahulu, karena aku masih memerlukan lenganku untuk mengangkat peti mati Tuan Delvin!” kata Simon sambil berusaha menahan rasa sakitnya.

Melihat pemandangan berdarah itu, teriakan histeris langsung menggema di seluruh ruangan.

Namun, ekspresi Ardika tetap tidak berubah. Dia melambaikan tangannya dan berkata, “Pergi sana.”

Simon segera membawa semua anak buahnya untuk meninggalkan tempat itu dengan perasaan sedih

dan kecewa.

Suasana di dalam ruangan itu langsung hening seketika. Walaupun sudah hening cukup lama, tetap

tidak ada seorang pun yang berbicara.

Setelah waktu berlalu cukup lama, akhirnya Futari tidak bisa menahan dirinya lagi dan berkata, “Kak

Ardika, kamu benar–benar sangat hebat. Simon bahkan sangat takut padamu.”

“Untung saja ada kamu. Kalau nggak, aku nggak tahu malam ini aku akan berakhir seperti apa!”

Mengingat kejadian yang baru saja terjadi, Futari masih ketakutan dan merinding.

Pada saat bersamaan, dia juga merasa sedikit bersalah karena sudah salah paham pada Ardika.

Ternyata Ardika benar–benar buka mulut untuk menyelamatkannya.

*Terima kasih. Kak Ardika! Kamu benar–benar hebat!”NôvelDrama.Org: owner of this content.

“Bahkan Simon saja memanggilmu Tuan Ardika, apa kamu adalah seorang tokoh hebat dunia preman?”

Para pria dan wanita muda lainnya juga melontarkan kata–kata pujian kepada Ardika.

Mereka tidak lagi melemparkan sorot mata meremehkan kepada Ardika, melainkan menatap Ardika

dengan sorot mata penasaran dan kagum.

Ardika sama sekali tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh orang–orang itu.

“Ayo kita pulang,” kata Ardika sambil berjalan keluar dari ruangan itu.

Kali ini, Futari segera mengikutinya dengan patuh.

Setelah keluar dari KTV Jewel dan duduk di dalam kursi penumpang di samping kursi pengemudi, setelah ragu sejenak, tiba–tiba Futari memberanikan diri dan berkata, “Kak Ardika, aku butuh bantuan

kecil darimu.”

Ardika menganggukkan kepalanya dan berkata, “Katakan saja.”

Futari menatapnya dan berkata, “Kak Ardika, aku nggak ingin pulang secepat ini. Apa kamu bisa menemaniku ke Hotel Blazar sebentar?”

“Sudah selarut ini, apa yang ingin kamu lakukan di Hotel Blazar?” tanya Ardika sambil mengerutkan

keningnya.

Dia pernah pergi ke Hotel Blazar, dia juga tahu hotel itu adalah hotel paling mewah dan berkelas di Kota

Banyuli.

“Apa kamu tahu Fiona, artis terkenal itu? Malam ini, dia menyelenggarakan ‘acara jumpa penggemar‘ di sana. Ini adalah acara skala kecil, hanya segelintir orang yang bisa menghadirinya.”

Futari menatap Ardika dengan tatapan memelas dan berkata, “Kak Ardika, Fiona adalah artis kesukaanku. Biarkan aku berpartisipasi dalam acara itu, ya?”

Selesai berbicara, hati Futari langsung mencelus karena begitu kata–kata itu keluar dari mulutnya, ekspresi Ardika berubah menjadi dingin sejenak.

Mendengar Futari mengatakan bahwa Fiona adalah artis kesukaannya, perasaan jijik langsung

menyelimuti hati Ardika.

Namun, setelah dia pikir–pikir kembali, terlepas dari bagaimana karakter asli Fiona, dari luar wanita itu memang terlihat polos dan cantik.

Jadi, wajar saja kalau gadis polos seperti Futari mengidolakannya.

Futari memasang ekspresi cemberut dan berkata, “Kak Ardika, kalau kamu nggak suka, aku nggak akan

ke sana lagi.”

Sekarang dia menjadi sedikit takut pada kakak iparnya yang satu ini.

Siapa sangka, Ardika malah menganggukkan kepalanya dan berkata, “Kalau kamu ingin pergi ke sana,

aku akan menemanimu ke sana.”

Kebetulan, dia bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk bertemu Fiona secara langsung.

“Hore! Kak Ardika, kamu memang baik!”

“Muah!”

Ardika sama sekali tidak menyangka, saat gadis polos seperti Futari bersemangat, dia bisa bernyali

sebesar ini.

Gadis itu langsung memeluk Ardika dan memberikan sebuah kecupan ke wajah Ardika.

Saking cepatnya pergerakan gadis itu, Ardika sendiri bahkan tidak sempat bereaksi. 2

Est


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.