Menantu Pahlawan Negara

Bab 520



Bab 520 Kak Simon

Melihat Ardika diolok–olok oleh semua orang, bahkan tetap diam saja setelah dipermalukan oleh seorang gadis, Frederick makin menganggap remeh Ardika.

“Ah, pantas saja aku merasa suasana di dalam ruang pribadi kita ini tiba–tiba berubah menjadi nggak

menyenangkan. Ternyata ada seorang menantu benalu, ya.”

Dia menunjuk ke arah pintu, lalu berkata dengan seulas senyum palsu, “Silakan keluar dari ruangan

kami, kami nggak menerima keberadaanmu!”

Ardika juga tidak ingin berlama–lama di dalam ruangan yang dipenuhi oleh asap rokok dan bau alkohol

ini.

Dia mengalihkan pandangannya ke arah Futari dan berkata, “Futari, kamu benar–benar nggak mau

pulang?”

Tiba–tiba, Futari mengalihkan pandangannya ke arah Ardika dan berteriak, “Kenapa kamu begitu menyebalkan? Sudah kubilang aku bisa pulang sendiri, kamu nggak perlu ikut campur dalam urusanku!”

Dia menyalahkan Ardika telah datang dan membuatnya malu.

“Oke.”

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, Ardika langsung berbalik dan hendak pergi.

Karena Futari sudah berbicara seperti itu, Ardika juga enggan memedulikan gadis itu lagi.

Futari sudah berusia delapan belas tahun. Dia sudah merupakan orang dewasa.

Jadi, seharusnya dia bertanggung jawab atas pilihan dan tindakannya sendiri.

“Bam!”

Tepat pada saat ini, dengan iringan suara hantaman yang keras, pintu ruang pribadi pun terbuka.

Seorang pria berjalan mundur untuk memasuki ruang pribadi, lalu terjatuh dengan keras ke lantai dan

mengerang kesakitan.

“Agus, kamu baik–baik saja, ‘kan?” kata Christine dengan suara terisak.

Bekas tamparan tampak jelas di kedua pipi wanita itu.

Orang–orang yang berada di dalam ruang pribadi, sambil memapah Agus berdiri, mereka bertanya, ”

Christine, apa yang terjadi pada kalian?!”

Christine berkata dengan berlinang air mata, “Tadi, saat berada di depan pintu kamar kecil, seseorang

main tangan denganku. Aku memarahinya, dia langsung melayangkan dua tamparan ke wajahku.”

“Kebetulan Agus melihat kejadian itu. Jadi, dia langsung berkelahi dengan orang itu. Siapa sangka,

orang itu memanggil teman–temannya. Karena bukan tandingan mereka, Agus dikejar oleh mereka dan

berakhir seperti ini ….”

Sebelum wanita itu sempat menyelesaikan kalimatnya, pintu ruangan sudah diblokade oleh sekelompok

preman yang ganas. This text is property of Nô/velD/rama.Org.

“Ya ampun, kupikir hanya ada seorang wanita cantik, ternyata ada banyak wanita cantik di ruangan ini!”

Sambil terkekeh, seorang preman melenggang masuk ke dalam ruang pribadi Frederick dan yang

lainnya.

“Apa mau kalian?!”

Begitu melihat preman–preman itu, para pria dan wanita muda langsung merasa ketakutan.

Mereka tidak berani berlagak hebat lagi.

“Kami mau apa? Hehe.”

Seorang preman memegang sebilah pisau dan berkata sambil memainkan bilah pisaunya, “Hari ini suasana hatiku sangat buruk. Kebetulan, aku membutuhkan sekelompok wanita cantik untuk menemaniku minum–minum. Jadi, pilihanku jatuh pada kalian.”

“Bermimpi saja kamu!”

“Di tempat ini, ada orang yang khusus bertugas untuk menemani tamu minum–minum. Kalian cari saja mereka, kami nggak akan menyetujui permintaan kalian!”

Tentu saja para wanita tidak menyetujui permintaan preman itu.

“Hehe! Sayang sekali, keputusan nggak di tangan kalian.”

Bilah pisau preman itu tampak memancarkan cahaya. Kemudian, dia berkata, “Kalau kalian bisa menyenangkan hati bos kami, kami nggak akan memperhitungkan masalah tadi lagi.”

“Kalau nggak, huh….”

Ekspresi preman itu berubah menjadi sangat dingin, nada mengancamnya terdengar jelas.

Begitu mendengar kata–kata preman itu, sekelompok pria dan wanita di dalam ruangan ini langsung

gemetaran.

Ekspresi Futari juga berubah menjadi pucat pasi saking ketakutannya.

Saat menghadapi situasi ini, dia yang merupakan seorang gadis polos yang kurang berpengalaman jauh lebih ketakutan dibandingkan para pria dan wanita muda lainnya yang sudah sedikit berpengalaman.

Di antara mereka semua, hanya Frederick yang tetap tampak tenang.

Tepat pada saat ini, tiba–tiba dia menyodorkan sebatang rokok kepada preman itu dan bertanya sambil tersenyum, “Teman, siapa nama bos kalian? Mungkin saja aku kenal.”

“Eh! Aku nggak menyangka ternyata bocah sepertimu juga tahu tentang dunia preman.”

Preman itu meliriknya sekilas dan berkata, “Bos kami adalah Kak Simon. Apa kamu pernah dengar?”

“Kak Simon?”

Frederick tertawa dan berkata, “Setahuku, hanya ada satu Kak Simon di dunia preman, yaitu Simon yang memonopoli bisnis rumah duka, bukan?”

“Ternyata kita sudah memprovokasi anak buah Simon!”

Begitu mendengar ucapan Frederick, ekspresi beberapa orang dari sekelompok pria dan wanita muda itu langsung berubah menjadi pucat pasi.

Simon sudah dikenal sebagai orang yang sangat keji di Kota Banyuli. Saking menakutkannya, bocah yang belum mengerti apa–apa juga takut padanya!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.