Bab 515
Bab 515 Hati yang Keji
“Apa yang kamu katakan? Tugu makam?”
“Ada orang yang ingin membangun tugu makam di Vila Pelarum yang ditempati oleh ratusan orang
anggota Keluarga Lukito?”
“Simon, apa maksudmu?!”
“Kalau kamu berani mengucapkan kata–kata seperti itu lagi, percaya atau nggak aku akan
membunuhmu sekarang juga!”
Walaupun Oliver sudah banyak memakan asam garam kehidupan, amarahnya tetap meledak
mendengar ucapan seperti itu.
Kalau benar–benar menuruti keinginan orang lain untuk membangun tugu makam di sini, mungkin
semua leluhur Keluarga Lukito akan bangkit dari kubur!
“Tuan Oliver benar, maksud orang itu memang seperti ini. Aku nggak akan mengulangi ucapanku lagi.”
1
Simon berkata, “Kebetulan kepala keluarga tiga keluarga besar berada di sini, orang itu memintaku untuk
menyampaikan beberapa patah kata kepada kalian.”
Kepala keluarga tiga keluarga besar mengerutkan kening mereka dan menatap Simon dengan lekat.
Simon berkata dengan pelan, “Begini pesan dari orang itu untuk kalian. Tiga hari lagi adalah hari peringatan kematian Delvin.”
“Dalam kurun waktu tiga hari, seluruh anggota Keluarga Lukito harus pindah keluar dari Vila Pelarum.”
“Selain itu, pada hari peringatan kematiannya, seluruh anggota keluarga tiga keluarga besar, baik yang
tua maupun yang muda, baik perempuan maupun laki–laki, semuanya harus membawa peti mati Delvin,
menjaga peti matinya serta memberi penghormatan kepadanya.”
“Seluruh anggota keluarga tiga keluarga besar wajib mengenakan pakalan duka sebagai bentuk
penghormatan kepadanya!”
“Bagi siapa yang nggak menjalankan perintah ini, maka keluarganya akan hancur!”
Simon meniru nada bicara dingin Ardika untuk menyampaikan pesan Ardika kepada kepala keluarga tiga keluarga besar.
Setelah mendengar ucapan Simon, ekspresi kepala keluarga tiga keluarga besar langsung berubah.
menjadi sangat muram:
“Simon, slapa yang memintamu untuk menyampaikan pesan seperti ini kepada kami?!”
Oliver memelotoli Simon dengan tajam, perobuluh–pembuluh darah di keningnya sudah tampak menonjol. Saat ini, dia benar–benar sudah kesal dan marah setengah mati,
“Aku nggak berani mengungkapkan identitas orang itu.”
Saat meninggalkan rumah sakit, Simon melihat ada sebuah mobil Jeep dengan pelat Kediaman
Komandan
Saat itu pula, dia sudah menyadari satu hal bahwa Ardika benar–benar merupakan sosok Dewa Perang termuda dalam sejarah Negara Nusantara,
Dia hampir saja celaka karena mendengar kata–kata Handi.
Untung saja, dia masih sempat menebus kesalahannya tepat waktu. Selain itu, dia bukanlah dalang di balik pembuangan abu Delvin, Karena itulah, nyawanya baru bisa terselamatkan.
Jesper mendengus dingin dan berkata, “Tanpa perlu kamu katakan, kami juga sudah tahu siapa orangnya, Orang itu pasti Rakal”
“Intinya, aku sudah menyampaikan pesan orang itu kepada kalian. Pilihan hidup atau mati ada di tangan
kalian sendiri.”
Selesal berbicara, Simon langsung berbalik dan pergi, meninggalkan kepala keluarga tiga keluarga besar yang masih berdiri di tempat dan diselimuti oleh amarah.
“Bagaimana menurut kalian?” tanya Dion.
Oliver berkata dengan nada muram, “Vila Pelarum adalah tempat tinggal Keluarga Lukito turun– temurun.”
“Kala itu, saat membangun Vila Pelarum, ahli fengsui sudah mengatakan bahwa alasan Keluarga Lukito bisa berdiri kokoh di Kota Banyuli adalah mengandalkan fengsui di sini. Tempat ini adalah
simbol
keberuntungan dan kekayaan.”
“Boleh dibilang Vila Pelarum bahkan lebih penting dibandingkan makam leluhur Keluarga Lukito.”
“Bagaimana aku bisa bertanggung jawab kepada para leluhur Keluarga Lukito kalau aku menyerahkan Vila Pelarum kepada orang lain?!”
Sikapnya cukup tegas, keputusannya sudah tidak bisa diganggu gugat lagi.
menghancurkan tiga keluarga besar!”
Jesper berkata dengan ekspresi muram, “Coba kalian pikirkan, kalau Vila Pelarum benar–benar menjadi tugu makam Delvin dan seluruh anggota tiga keluarga besar benar–benar mengenakan pakaian duka, bukankah reputasi tiga keluarga besar selama bertahun–tahun akan hancur begitu saja?”
“Ke depannya, semua orang pasti akan menganggap remeh tiga keluarga
besar!”
“Raka benar–benar merupakan orang yang serakah dan keji!” Content provided by NôvelDrama.Org.
Begitu mendengar ucapan Jesper, ekspresi dua kepala keluarga lainnya berubah menjadi muram.
Kalau bukan karena peringatan dari Jesper, untuk sesaat hal itu masih belum melintas di benak mereka.
“Sepertinya sama sekali nggak ada kesempatan bagi kita untuk berdamai dengan Raka lagi! Kalau begitu, mari kita lawan dia sampai tetes darah penghabisan!” kata Dion sambil menggertakkan giginya.
Karena situasi sudah seperti ini, tiga keluarga besar sudah tahu pilihan apa yang harus mereka ambil.
Baka yang
Namun, menghadapi memiliki latar belakang kemiliteran dan asal–usulnya masih misterius itu, selain menaruh harapan mereka pada Thomas, mereka tidak punya cara lain lagi.