Menantu Pahlawan Negara

Bab 150



Bab 150 Lemparkan ke Stasiun Kereta Api untuk Mengemis 

“Bibi, aku bukan raja preman.” 

Ardika tidak tahu bagaimana caranya menanggapi perhatian dari ibu sahabatnya ini. 

Pemandangan yang terpampang nyata di hadapan dua lansia ini memang sulit 

untuk dijelaskan dengan kata–kata. 

Otak Jinto berputar dengan cepat. Dia segera berkata dengan penuh hormat, “Bibi, 

orang yang menangkap ribuan preman itu adalah Tuan Ardika!” 

Romi buru–buru menimpali, “Ya, komandan dari misi penangkapan pelaku kriminal 

itu adalah Tuan Ardika!” 

Setelah mendengar pernyataan Jinto dan Romi, Robin dan istrinya baru paham. Pantas saja mereka sangat takut pada Ardika. 

Ternyata preman–preman yang tidak melaksanakan instruksi dengan baik akan ditangkap. 

Setelah mendengar ucapan itu, Jordi dan anak buahnya makin ketakutan dan hampir jatuh pingsan. 

Saat ini, informasi tentang lima belas kepala preman yang tertangkap itu pasti akan dijatuhi hukuman mati sudah tersebar luas. Tidak ada seorang pun yang akan lolos! 

Saat ini, Ardika mengalihkan pandangannya ke arah Jordi dan berkata, “Apa benar sahabatku, Delvin berutang 400 juta padamu?” 

Nggak, nggak. Tuan Ardika, aku salah ingat. Tuan Delvin sama sekali nggak 

berutang padaku. Semua ini hanya salah paham, hanya salah paham!” 

Jordi meminta anak buahnya menagih utang ke sini dengan tujuan untuk memeras uang

Masalah Delvin berutang padanya hanya omong kosong belaka. 

Kalau dua tahun yang lalu, Delvin masih menjabat sebagai presdir Grup Bintang 

Darma, dia tidak akan berani datang ke sini untuk melakukan pemerasan. 

+15 BONUS 

“Oh? Jadi, dia nggak berutang padamu? Kalau begitu, semua sudah jelas.” 

Ardika menganggukkan kepalanya. 

Tepat pada saat Jordi mengira dirinya sudah bisa lolos, tiba–tiba ekspresi Ardika berubah menjadi muram dan berkata, Kalau begitu sekarang mari kita bicarakan 

utangmu pada Keluarga Darma.” 

Tadi, Robin dan Selvi sudah memberitahunya kejadian yang mereka alami selama 

ini pada Ardika. 

Jordi mengirim anak buahnya ke sini bukan hanya sekali atau dua kali. 

Setiap kali mereka datang, mereka selalu menghancurkan barang–barang yang ada 

di dalam rumah. 

Selain itu, dua lansia itu juga sudah dipukuli beberapa kali. 

Bahkan, Livy juga pernah ditampar sekali. Mereka juga mengancam kalau Keluarga 

Darma tidak memberi mereka uang, maka mereka akan menjual bocah perempuan 

itu kepada pedagang manusia atau mematahkan lengan dan kakinya untuk 

dijadikan pengemis. 

Saking ketakutan, bocah perempuan yang baru berusia beberapa tahun itu sampai 

sakit berat dan baru sembuh setelah seminggu. 

Ardika bertanya dengan dingin, “Dua hari yang lalu, Livy diculik karena ulahmu?” 

Saking ketakutan, jiwa Jordi seolah sudah meninggalkan tubuhnya. Dia langsung 

bersujud di hadapan Ardika dan berkata, “Tuan Ardika, bukan aku yang memberi 

perintah. Jiko yang mengeluarkan uang dan memintaku untuk mencari seorang 

pedagang manusia. Aku hanya memberi instruksi kepada anak buahku untuk mencari seorang pedagang manusia ….‘ 

” 

Jiko, adalah suami baru Elsy, mantan istri Delvin. 

Awalnya, Ardika mengajukan pertanyaan itu tanpa maksud lain, tetapi dia malah memperoleh sebuah informasi yang penting. 

Pantas saja saat Jikó melihatnya membawa Livy ke kantor polisi, pria itu seolah- olah ingin membunuhnya. 

2/3 

+15 BONUS 

Dia mengira pria itu hanya sekadar tidak menyukai Livy

“Dasar Jiko bajingan! Tindakan kejam seperti ini juga bisa dilakukan olehnya!” 

Robin dan Selvi menunjukkan ekspresi tidak percaya. 

Ardika segera menghibur dua lansia itu. “Paman, Bibi, aku sudah memberi hukuman kepada bajingan itu. Sekarang dia sudah dikeluarkan dari tempatnya bekerja.” 

“Ah 

Dikeluarkan? Lalu, bagaimana dengan Elsy? Jiko pasti akan melampiaskan 

kekesalannya pada Elsy.” 

Dua lansia itu mulai mengkhawatirkan wanita yang pernah menjadi menantu 

mereka itu. 

Ardika tidak terlalu mengkhawatirkan wanita itu. Bagaimanapun juga, Elsy sudah 

gagal menjalankan peran seorang ibu dengan baik. 

Dia berkata pada Jinto dan Romi, “Patahkan lengan dan kaki Jordi, lalu lemparkan 

dia ke stasiun kereta api untuk mengemis.” 

“Adapun mengenai anak buahnya, patahkan satu lengan mereka semua dan 

pastikan mereka nggak akan bisa melakukan tindakan kejahatan lagi, lalu usir 

mereka dari Kota Banyuli. Ke depannya, area kota tua menjadi wilayah kekuasaan 

kalian.” 

Hanya dengan beberapa patah kata saja, Ardika sudah menentukan nasib Jordi 

beserta puluhan anak buahnya. 

Sesaat kemudian, mereka semua langsung diseret keluar. Suasana di rumah. 

Keluarga Darma menjadi hening kembali. 

“Ardika, hari ini kalau bukan karena ada kamu, kami nggak tahu harus berbuat apa 

lagi.” 

Robin dan Selvi sangat berterima kasih pada Ardika. 

Kalau hari ini Ardika tidak datang, mereka tidak tahu nasib mereka akan berakhir seperti apa. All content © N/.ôvel/Dr/ama.Org.

3


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.