Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 116



Bab 116

Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius Bab 116

Bab 116

Kamar pasien 1802.

Asta sedang duduk di pinggir ranjang, matanya tertuju pada Samara yang sedang tertidur.

Saat dia terbangun, dia selalu bersikap waspada padanya...

Mungkin, hanya pada saat dia tertidur seperti ini dia baru bisa benar–benar melepaskan semua yang ditutupinya.

Pada saat itu, suara getaran terdengar dari ponsel.

Karena takut membangunkan Samara, Asta bangkit berdiri dan meninggalkan kamar pasien untuk mengangkat teleponnya di lorong rumah sakit.

“Tuan, masalah itu sudah sedikit terlihat.”

“Wilson, kirimkan lokasinya padaku, saya akan kesana sekarang.”

Menurut lokasi yang dikirimkan oleh Wilson, Asta mengendarai mobilnya menuju sebuah gudang penyimpanan di salah satu pelabuhan.

Setelah membuka sebuah pintu berkarat, tampak sederet orang sedang berlutut didalam.

Asta melepaskan dua kancing bajunya dan memancarkan aura elegan dan dingin dari sekujur tubuhnya, seolah–olah dia adalah Raja Iblis yang berada di neraka yang gelap.

“Tuan, orang yang ingin menculik Nona Kecil adalah Jovian dari Perusahaan Real Estate Nagamas.” Wilson menendang seorang pria paruh bayah dari deretan orang–orang : “Dia adalah orang yang menyogok supir Nona Kecil, saat Nona Kecil baru melarikan diri, supir lah vang menyerahkannya kepadanya.”

Jovian terbaring diatas lantai dan menatap Asta.

Pria itu seperti seekor serigala liar mata tajamnya memancarkan aura pembunuh yang amat dalam, seolah dia akan merobek–robeknya.

Tatapan itu, membuatnya menyesal.

“Tu..Tuan Asta...” Jovian berkata sambil menahan sakit : “Saya....saya awalnya ingin menculik putrimu hanya untuk mendiskusikan jatuh tempo pembayaran pada Anda.

Saya tidak berniat melukai putrimu!

La..lagipula,sepengetahuanku, putrimu juga tidak terluka sekarang!

Tuan Asta, saya mohon, saya mohon padamu lepaskan saya ya!

Asta langsung mencengkram leher Jovian,

Dan menekannya, hingga wajahnya membiru.

Dan saat Jovian sedang berpikir kalau dia akan mati tercekik, Asta tiba–tiba melepaskan cengkramannya.

Jovian mengambil nafas dengan kasar, dan merasa senang karena bisa lolos kali ini.

Detik berikutnya––––

Mata Asta beralih ke wajahnya, dan membuka mulutnya.

“Tusuk lengan semua orang yang ada disini sebanyak tiga puluh kali.”

Mendengar perkataan itu langsung membuat mereka semua memucat.

Para pengawal berbaju hitam melangkah maju, dan berlutut dihadapan orang–orang yang ada didepannya, dan mulai menusukkan pisau pada tangan mereka.

Jovian menutup matanya, dan sedang menunggu tusukan pertama.

Asta tiba–tiba berkata : “Tunggu.”

Wilson mengernyit : “Tuan, Anda ini sedang…”

Asta menyipitkan mata tajamnya dan berkata dengan dingin : “Yang lain mendapatkan 30 tusukan, tapi dia, 300 tusukan, kalau dia bisa bertahan, maka lepaskan dia.”

Jelas–jelas wajahnya sangat tampan, tapi perkataannya teramat sadis.

Bau darah....memenuhi gudang saat ini.

Ini adalah janji yang dia buat pada Samara.

Penderitaan yang dialaminya, Asta akan membantu membalaskannya 100 kali lipat.

Malam ini....luar biasa panjangnya.

Pukul lima pagi.

Asta sedang menyeka bercak darah yang ada ditubuhnya dengan sapu tangan didalam mobil Hummernya,

Wilson menoleh dan bertanya: “Tuan, Anda mau kemana sekarang?”

“Rumah sakit.”

Setelah berkata, Asta masih bisa mencium bau darah yang samar–samar dari tubuhnya, dia tidak ingin Samara inengetahuinya, jadi dia berkata : “Wilson, sebelum ke rumah sakit, antarkan dulu saya ke Grup Costan, saya mau mengganti pakaian.”

“Baik–––”

Wilson tahu kalau Asta peduli pada Samara, hanya saja dia tidak menyangka rasa pedulinya akan mencapai tahap ini, hampir setiap kali, perbuatan Tuannya itu menyegarkan ketiga inderanya.

“Tuan Besar semalam menginap di Kediaman Costan.”

“Oh.” Asta melanjutkan : “Minta Alfa untuk merawat Oliver dan Olivia dengan baik beberapa hari ini, lalu kamu kirimkan dokumen penting perusahaan ke emailku, saya akan mengurusnya di rumah sakit.”

“Baik Tuan.”

Kediaman Costan, jam 8 lebih.

Kakek dan Alfa sedang duduk berdua di meja makan untuk sarapan.

Raut wajah Kakek sedikit kaku, dia bertanya dengan datar : “Dimana Asta? Saya kakeknya ini sudah berada disini selama dua hari, dan masih belum melihat batang hidungnya!” From NôvelDrama.Org.

“Kakek, beberapa hari ini kakakku tinggal di rumah sakit.….”

“Bajingan!” Wajah Kakek tiba–tiba memerah dan dia memukul meja : “Seorang wanita yang tidak ada hubungan dengannya terluka, kenapa dia, Tuan Muda keluarga Costan harus menemaninya di rumah sakit?“


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.