Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 40



Bab 40

Laki-laki yang dulu bersedia membuat satu kebun bunga mawar selama setengah tahun lamanya hanya karena satu kata dari Selena, kini malah sama sekali tidak mau meluangkan waktu untuk dirinya meski hanya beberapa hari.

Saat Harvey mencintai Selena, laki-laki itu mencintainya dengan sungguh—sungguh. Sebaliknya, saat sudah tidak cinta lagi, laki-laki itu terasa seperti tidak punya perasaan.

Selena menarik ujung bajunya dengan lembut sambil memohon, “Waktuku sudah nggak banyak lagi, turuti saja permintaanku, ya?”

“Selena, jangan keterlaluan!” Harvey menatap Selena dengan dingin dan langsung menolak dengan tanpa belas kasihan saat dia berbicara tentang sisa waktunya yang hanya satu bulan.

“Memangnya ini keterlaluan?” Selena tersenyum kecut. “Kamu merasa menemaniku itu buang- buang waktu dan kamu ingin mempersiapkan pertunanganmu, iya, ‘kan?”

Harvey mengetuk meja dengan ujung jarinya yang ramping dan menatap Selena dengan acuh. Aku ‘kan sudah bilang padamu dari awal kalau aku akan tunangan.”

Meskipun laki-laki itu tidak banyak menunjukkan ekspresi, tetapi Selena malah bisa membaca sorot matanya yang terlihat mengejek.

Salah sendiri, Selena yang meminta waktu selama satu bulan.

Selena menatap laki-laki ini dengan tenang dan tersenyum. “Sepertinya aku yang terlalu berharap macam—macam. Maaf sudah mengganggumu.”Content is © 2024 NôvelDrama.Org.

18

Selena mendorong pintu ingin pergi, tetapi tiba—tiba terdengar suara laki—laki itu di belakangnya. ” Kamu bisa pilih satu tempat di dalam negeri.”

Langkah kaki Selena berhenti. “Kalau gitu, kita ke Mohe saja,” katanya senang. Kali ini, Harvey tidak menolaknya. Jakunnya terlihat bergerak—gerak dan berkata, “Oke.”

Selena meninggalkan ruang baca dengan hati senang. Meskipun kesempatan melihat aurora di Mohe terbilang kecil, tetapi itu semua sudah cukup asalkan laki-laki itu bersedia menemani dirinya di saat-saat terakhirnya

Malam sudah larut. Harvey berbaring di samping Selena dengan perlahan. Selena tidak tidur sama sekali, dia meringkuk dengan hati-hati, Rasanya seperti ada lautan luas yang terbentang di antara mereka berdua.

Selena tidak berani berada terlalu dekat dengan Harvey, dia takut kalau laki-laki ini menyadari luka di lengannya. +15 BONUS

Sebenarnya, Harvey langsung berbaring membelakangi Selena, sama sekali mengacuhkan dirinya. Di malam yang gelap ini, Selena yang tidak bisa tidur menatap ke luar jendela dalam

waktu yang lama.

Keesokan harinya, Harvey sudah berangkat ke kantor pagi—pagi sekali. Selena buru-buru bangun. Dia ingin menggunakan sisa hidupnya semaksimal mungkin untuk menebus dosa yang ayahnya

buat

Dengan berbekal sebuah alamat, Selena pergi ke sebuah rumah sakit jiwa. Dia ingin mengunjungi Jane yang juga merupakan salah satu korban di sini.

Dua tahun yang lalu, Selena pernah dikirim ke sini karena memiliki kecenderungan yang kuat untuk menyakiti diri sendiri. Hari ini adalah pertama kalinya Selena kembali lagi ke tempat ini. Rumah sakit ini jauh lebih tenang dibanding rumah sakit yang lain. Sesekali terlihat satpam yang menggunakan helm perang dan membawa tameng, seolah—olah sedang bersiap akan perang yang bisa terjadi kapan saja.

Saat tahu kalau Selena berniat untuk menjenguk seseorang, perawat ini mengingatkan Selena berulang kali untuk menjaga jarak dengan pasien.

Pasien lain di kamar Jane langsung tertawa—tawa begitu melihat Selena. Jane adalah gadis yang pendiam. Rambut panjangnya tergerai begitu saja sama seperti baju pasien yang dia kenakan. Dia memeluk kedua lututnya sambil melihat ke luar jendela dengan tatapan kosong.

“Jane,” panggil Selena pelan. Dulu, Jane pernah bertemu dengannya sekali di sebuah kompetisi inovasi besar. Saat itu, Jane terlihat penuh dengan semangat, tatapan matanya juga terlihat sangat berapi—api.

Jane yang duduk di atas kasur bergerak—gerak dan menoleh ke arah Selena dengan kebingungan. Belum sempat Selena berbicara, Jane langsung mencengkeram tangan Selena. “Ssstt, pelan- pelan, ada orang yang mau merebut anakku.”

Selena melirik bantal yang dipeluk Jane. Dia tidak berani mengusik Jane dan menganggukkan kepalanya. “Siapa yang mau merebut anakmu?”

“Tok tok tok.” Suara sepatu hak tinggi bergema di koridor. Begitu mendengar suara ini, Jane langsung ketakutan dan sembunyi di belakang gorden dengan gemetaran. “Dia datang! Perempuan yang ingin mengambil anakku sudah datang!”

Belum sempat Selena berbicara, seorang wanita yang mengenakan jas putih dengan tanda

pengenal di dadanya masuk ke kamar dengan galak. “Penyakit Jane sedang kambuh dan sedang tidak boleh dijenguk. Silakan pergi, Nona Selena.”

SUPPERISE GIFT: 500 bonus fronder vALL


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.