Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 134



Bab 134

Bab 134

Atas instruksi Tuan Firman, staf membawa kotak undian keatas.

“Sekarang sudah siap, ayo dimulai.”

Tuan Firman melambaikan tangannya dan staf mulai menarik undian.

Staf menarik undian, dan yang terundi pertama adalah Bella, dan kembali menarik undian, dan yang terpilih selanjutnya adalah Samara.

Samara yang dipanggil, meletakkan gelas yang dipegangnya.

“Apa yang kamu siapkan untuk kakekku?” Jonas yang disampingnya bertanya dengan suara rendah.

“Rahasia, nanti kamu juga akan tahu.”

Staf mengambil hadiah, dan Samara serta Bella berdiri dihadapan Tuan Firman, yang satu serba perak dan yang satu lagi serba hitam.

Kalau hanya melihat punggung, keduanya adalah sosok cantik yang tiada tara.

Namun...

Saat menilai dari wajah, Bella memukul telak Samara.

Bella menegakkan punggungnya dan tatapan matanya dipenuhi dengan kebanggaan dan keangkuhan

Staf menghampiri dengan dua kotak, ukurannya tidak kecil, kalau menilai dari penampilan kotaknya, hadiah Bella jauh lebih baik daripada hadiah Samara.

Kotak hadiah Samara sudah tua dan tidak banyak ukiran maupun hiasan.

Tuan Firman membuka mulut dan bertanya : “Punya siapa yang harus saya buka dulu?”

Tuan Firman bertanya tanpa maksud.

Samara bisa menghadiri acara ulang tahunnya saja sudah menjadi hadiah yang terbaik untuknya, walaupun dia menghadiahi sebuah kotak busuk, itu juga wangi baginya.

Bella melirik Samara lalu berkata : “Kakek Firman, bagaimana kalau melihat hadiah dari Nona Samnara dulu? Nona Samara sangat bijaksana, dia pasti akan menghadiahkan sesuatu yang bermakna...”

Perkataan itu meinbuat rasa penasaran para hadirin bergejolak.

Mengenakan gaun rancangan Lexy, dan Jonas juga terus menempel padanya.

Wanita seperti ini...entah akan memberikan hadiah seperti apa?

Tuan Firman menyadari kalau Bella sedang menentang Samara, namun dia tetap bertanya dengan tenang : “Samara, menurutmu bagaimana?”

“Saya tidak masalah....”

Mendengar jawaban Samara, Bella mengeluarkan senyuman penuh kemenangan.

“Kakek Firman, karena Nona Samara sudah berkata demikian, ayo lihat hadiahnya terlebih dahulu....”

Tuan Firman mengangguk.

Bella mengepalkan tangannya dan menunggu dengan cemas, tapi dia sudah tersenyum penuh kemenangan di wajahnya.

Hm!

Saat Samara membuka kotak itu, akan seperti membuka Kotak Pandora, dan pada saat itu dia akan menjadi lelucon semua orang.

Hidung Samara mendengus ringan.

“Krek—-” suara kotak kayu yang tua itu terbuka.

Bella yang tidak melihatnya langsung berteriak : “Ah! Samara, hadiah apa yang kamu berikan?

Kamu sudah gila ya!

Apa kamu sedang mengutuk kakek!” Exclusive © content by N(ô)ve/l/Drama.Org.

Seketika, para hadirin terdiam.

Tatapan semua orang tertuju pada Bella.

Bella tentu tidak tahu, menganggap ‘hadiah‘ Samara membuat para hadirin terkejut.

“Samara, hari ini kamu harus menjelaskan kepada para hadirin apa niatmu!”

Samara berkata tanpa ekspresi : “Menurutmu apa niatku?”

Bella menganggap Samara sedang terpojok dan mencibir : “Jangan bilang kamu sendiri tidak tahu hadiah apa yang kamu siapkan! Berpura–pura tidak bersalah, dan ingin melepaskan tanggung jawab!”

Suasana menjadi lebih dingin lagi.

Raut wajah Tuan Firman berubah drastis.

“Saya masih disini!”

Firman yang marah menghentak–hentakkan tongkatnya dengan keras.

Dan saat tongkat itu menghantam lantai, itu menghasilkan suara yang membosankan.

Bella diam–diam merasa senang : “Samara, kamu menempatkan otoritas kakek pada....”

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, kakek sudah berteriak pada Bella dengan tajam : “Bella, kamu masih tidak mau diam ya!”

Bella terkejut dan merasa sedih.

“Kakek Firman...saya...saya kenapa?”

Dia berbalik dan menatap Firman, dia ingin memberikan penjelasan namun tatapannya melekat pada kotak yang dibuka oleh Samara, dan tercengang.

Didalam kotak tua itu, sebuah patung Buddha Raja Obat sedang terbaring didalamnya.

Buddha Raja Obat diukir dari kayu cendana merah dan gaharu berusia seribu tahun, dengan mahkota di atasnya, tangan kiri yang mengepal diletakkan di pinggang, lengan kanan ditekuk dan diletakkan di depan dada, lalu ibu jari, jari tengah, dan jari manis memegang pohon obat.

Ukiran patung Buddha Raja Obat itu terawatt dengan baik, dan samar–samar tercium aroma obat dan cendana merah, melihatnya saja sudah tahu kalau barang ini bernilai lebih dari 10 miliar.

Memberikan hadiah ini sebagai hadiah ulang tahun, adalah sesuatu yang berharga dan tepat.

“Ba....bagaimana bisa...“


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.